Global Var

Aku menangis, ya?

Aku pernah menangis. Meratapi jalan yang ditakdirkanNya untukku. Aku pernah menangis, atas dasar rasa sakit yang telah diputuskanNya untukku. Aku pernah menangis, karena kesakitan akan tonjolan-tonjolan aspal yang dibangunNya untukku. Aku pernah menangis akan itu.

Aku pernah meruntuk, akan rasa ketidakpuasan terhadap apa yang telah Dia berikan kepadaku. Aku pernah meruntuk, atas dasar suara protes dengan rasa ketidakadilan yang ditimpakanNya kepadaku. Aku pernah meruntuk akan itu.

Seperti saat ini. Bentuk senyum apa lagi yang perlu kupalsukan? Bentuk tenang yang bagaimana lagi yang harus aku wejangkan? Dan bentuk datar apalagi yang harus kujadikan sumbatan pada lobang?

Aku pernah berargumen tanpa malu di depan manusia-manusiaMu, jika kepadaku, Kau bersikap tak adil. Ah, terkutuklah aku. Aku pernah merasa iri akan panduman-panduman yang telah Kau tetapkan pada manusia-manusiaMu. Ah, berdosalah aku.

Hai kalian. Jika aku menangis, jika aku meruntuk, jika aku mengajukan protes, kalian akan tetap buta, kan? Hanya Dia yang tak tuli meskipun belum saatnya merembeskan embun sesejuk udara pagi.

Hai Kau. Iya, kan?