Kau mencintaiku dengan caramu sendiri. Jika tak terkesan lancang, aku menyebutkan bahwa caramu mencintaiku itu tak wajar. Kau mencintaiku dengan cara yang tak wajar. Kau mencintaiku dengan caramu sendiri, yang tak sama dengan cara-cara yang digunakan oleh sebagian-atau bahkan mungkin semua orang. Kau mencintaiku dengan caramu sendiri, mengutamakan kepuasan pada otak dan hatimu, bukan kepuasan dan ketenangan orang yang kau cintai, aku. Kau mengikat, menggenggam, mendekap, menekan, serta membungkusku dengan cintamu secara kasar, keras dan brutal. Aku tahu-faham jika yang kau lakukan itu adalah salah satu manifestasi atas besarnya rasa cintamu padaku, rasa memilikimu atasku, dan rasa kuasamu atas diriku. Kau mendorong, menarik, bahkan melemparku secara paksa untuk hanyut dalam buaian ganasnya cintamu. Kau mencintaiku dengan segenap mililiter darah yang mengalir dalam tubuhmu. Aku tahu. Aku faham, tapi tak pernah merasakan hal yang sama sepertimu.
Sedangkan aku? Aku membencimu dengan beribu-ribu, bahkan dengan berjuta-juta alasan yang menurut mereka tak logis. Aku membencimu dengan segenap hati yang luka, cemburu. Aku membencimu dengan caraku sendiri: dalam sudut ketakutan, dan gelapnya hati. Aku membencimu dengan cara yang wajar menurut sebagian orang yang menglami hal yang sama denganku, sama terikat, sama tertarik, sam terdorong, sama terbebani, dan sama-sama yang lain. Mereka yang menyebutkan bahwa aku membencimu dengan cara yang tak logis adalah, mereka yang aku cemburui. Adalah mereka yang tak pernah merasakan suatu suasana dimana aku harus menangis untuk menjemput kepuasan, harus menjerit untuk menahan kesakitan, dan harus mengeram menahan kemarahan. Aku membencimu dengan caraku sendiri, karena memang aku tak mampu memakai cara yang sering mereka gunakan. Aku hanya bisa menendang awang-awang, menangisi kekosongan, dan membenci kecemburuan. Jangankan berlari, bergerak pun aku tak kuasa, menoleh apa lagi? Aku membencimu dengan sejuta kata yang telah kupelajari atas tenagamu, dengan keringatmu: sungguh tak pantas. Aku membencimu karena cemburu.
Ketika aku membencimu dengan caraku sendiri, saat itu pula aku menyayangimu
dengan caraku sendiri. Aku menyayangimu dengan caraku sendiri. Aku mencintaimu
dengan caraku sendiri, bukan hasil duplikat pada seorang rekan kerja, atau
teman semasa kecil, tapi benar-benar dengan caraku sendiri. Aku berbeda dengan
mereka, dan aku tak mau menggunakan cara mereka untuk mencintaimu. Cukup dengan
caraku sendiri aku mencintaimu. Aku mencintaimu dengan caraku sendiri, sebagai
wujud kehausan akan kasih sayang, kelaparan akan kecintaan, dan kerinduan akan
belaian. Aku ingin kau peluk secara perlahan, bukan kekasaran. Aku ingin kau
kecup dengan ketenangan, bukan ketergesaan. Aku ingin senyum ketulusan, bukan
paksaan. Dan aku ingin, dan selalu ingin, serta terus mengingini sesuatu
atasmu. Sekali lagi, aku mencintai dan menyayangimu dengan caraku sendiri,
mengedepankan logika daripada hatiku. Aku lancang. Aku tak tahu malu. Aku tak
berhati. Aku tau itu. Tapi ada satu yang tak luput dari diriku. Aku
mencintaimu, amat mencintaimu, dengan caraku sendiri.
Hey kau! Taukah kau? Aku adalah salah satu orang dari sekian ribu orang yang
amat mencintaimu. Ah tidak, mungkin aku termasuk dalam 3 finalis besar yang
mempunyai rasa cinta yang amat sangat terhadapmu. Buktinya? Aku adalah orang
pertama yang akan meneteskan air mata saat kau menahan sakit. Aku adalah orang
pertama yang akan merasakan kegelisahan yang berlebih ketika kau dalam keadaan
sulit. Dan aku adalah orang pertama yang selalu mendahulukanmu dalam beberapa
hal. Ya. Beberapa hal, bukan semua hal, maaf.
Taukah kau? Aku ingin kita saling mencaintai satu sama lain dengan cara kita.
Ya, dengan cara kita: Bukan cara yang selama ini kau gunakan, yang
memberatkanku. Bukan cara yang selama ini aku gunakan yang juga memberatkanmu,
bukan pula cara mereka yang hanya bisa dipasang dengan nyaman pada posisi
mereka sendiri. Ah, betapa indahnya jika kita bisa membuat suatu cara untuk
kita gunakan bersama, tak ada saling memberatkan, tak ada keterpaksaan, dan tak
ada ketertutupan. Semua sama, karena itu cara kita, bukan caramu, atau pula
caraku.
Hey kau, aku ingin kau tahu, jika aku mencintaimu dengan caraku sendiri, dan
aku membencimu dengan sejuta alasan yang muncul diotakku atas bantuan
keringatmu, maaf.
Sudut kegalauan,
22-09-2012
21.50 WIB