Global Var

A phoem by my little bred

Jiwaku digerogoti nafsu
Ringkih merangkak bersimbah peluh
Nafsu makin gerang menyerbu
Mengorek sisa daging yang membiru

Nafsu qolbu
Menyebar, menebal, meracun, meresap
Dalam keruh pikir gemuruh
gelap menggelayut dalam
menutup sisa-sisa pintu hati.

tanganku meraba
mata telah buta
terkubur dalam lembah nista
jiwa semakin terperosok
jauh dalam lembah muram
meremukkan tiap sendi iman

asa tak lagi perkasa
jiwa itu kering dalam pasung duniawi
duri kehidupan menancap tak berperi

aaahhh
sakit itu mengganas, mengoyak tiap jengkal tubuh
nurani memberontak, tapak nafsu bergerak
nurani meloncat
berenang syahwat menjerat
menjerat kuat, mengikat, menyetop nadi
nurani menggelepar, darah mengalir
air mata berlinang
lemah menunggu buaian lembut Sang Pembuat Nafsu

Tentang 'luar' dan 'dalam'

Berbicara tentang kebaikan versus keburukan seseorang itu, nggak akan ada habisnya. Baik layak untuk dipuji, dibicarakan dan ditelaah kebaikannya. Tapi keburukan juga tak kalah layak untuk digunjing dan dijadikan sebagai selipan-selipan pembicaraan. Selipan, atau inti? Sering kita terlena dengan bahasan kebaikan atau kebururukan orang yang menurut kita 'menarik', tanpa ingin tahu bagaimana inti dari keadaan sang aktor yang kita bicarakan.

Kebaikan dan keburukan itu bisa dilihat ketika keberadaannya diluar, dan juga bisa dirasakan ketika keberadaannya di dalam. Tapi mungkin sudah terlalu menjadi kebiasaan umum jika ternyata aktifitas merasakan jauh lebih sulit daripada aktifitas melihat. Inilah bukti jika kita terlalu mengagung-agungkan mata daripada hati, atau apalah itu. Kita sebagai penilai, sering seenak udel kita memilih mata untuk menilai, tapi ketika kita diposisi orang yang dinilai, kita juga seenak udel kita ingin dinilai dari segi hati dan pikiran.

Inilah mungkin yang patut kita jadikan sebagai pelajaran berharga, bahwa kebaikan itu tak harus dalamnya saja, apalagi luarnya saja. Kebaikan luar saja itu, berarti kita membohongi orang disekitar kita. Memonopoli kehidupan diluar diri kita. Atau bahkan, jangan-jangan kita berusaha membohongi diri kita sendiri, repot! Sedangkan kebaikan didalam saja? berarti kita juga berusaha untuk menipu mereka yang ada diluar kita. Sering kita mendengar bahwa kebaikan itu tak perlu diperlihatkan pada orang-orang disekitar kita. Tapi, bukankan kejujuran itu lebih baik daripada kebohongan? Silahkan saja jika kita ingin memperlihatkan kebaikan kita terhadap orang disekitar kita, asal kita tau batasan mana infestasi dari kebaikan, dan mana yang merupakan infestasi dari kesombongan.

Oke, intinya simpel saja, jadi manusia itu lebih baik jadi orang yang jujur apa adanya. Biasakan merasakan sakit akibat kejujuran. Tapi ingat, jujur tak sama dengan 'combe' atau yang biasa dikatakan sebagai 'ember'. Menghadapi hidup itu harus dengan cerdas. Harus smart! Orang cerdas itu, tau kapan dia harus berbicara, dan kapan dia harus diam. So, keep smart bro :)


Ini Ceritaku

Ini adalah tentang sebuah cerita pasaran, yang tak cuma satu-dua orang pernah mengalaminya. Ini adalah tentang sebuah cerita murahan, begitu murahnya sampai-sampai banyak sekali orang yang dapat dengan mudah memilikinya. Ini adalah tentang suatu cerita yang gampang didapat dan dialami oleh setiap orang. Kalian tau mengapa? Karena cerita ini adalah tentang kehidupan dan pengalaman. Jika kalian hidup, tentulah kalian sangat mengenal cerita ini.

Setiap dari mereka, mengemas cerita mereka dengan bungkus yang berbeda. Ada sebagian dari mereka yang mengemasnya dengan bungkus blastik transparan, sehingga pendengar cerita dengan mudah dan tanpa tendeng aling-aling dapat mengerti bahkan tanpa berfikir dua kali. Kadang juga ada dari mereka yang membungkusnya dengan plastik warna abu-abu, atau bahkan hitam. Sedangkan ceritaku? Entah dengan bungkus warna apa aku akan mengemas ceritaku, kalianlah yang menilai.

Ini adalah ceritaku tentang seorang sahabat. Tunggu! Sahabat? Bahkan sampai aku melupakan teoriku tentang ketiadaan sahabat di zaman ini. Oke, mungki sebaiknya akan aku ralat, ini adalah ceritaku tentang seorang teman baik yang aku anggap sebagai sahabat. Bukan karena dia adalah insan yang sempurna, jelas bukan. Bicara tentang kesempurnaan, masih adakah orang yang sempurna? Ini adalah ceritaku tentang seorang yang meskipun tak sempurna, tapi aku menyukai dan menerimanya. Ini adalah ceritaku tentang seorang teman baik yang telah aku percaya dan kupandang pantas menjadi teman yang benar-benar teman. Dan ini adalah ceritaku tentang lelaki penghuni Puncak Rendah Selasa.

PHP??

          PHP. Pernah dengar kata PHP nggak? Pasti pernah. Entah di dunia nyata, di fesbuk, atau bahkan yang sering banget muncul ya di jejaring sosial Twitter. Sekarang kita pikir, apa sih PHP itu? Singkat cerita, saya dapat ‘kuliah’ tentang PHP itu dari temen yang aktif bertwitter-ria. Oke, sekarang kasi contoh aja ya,

          Suatu hari ada temen sms yang kurang lebih isinya seperti ini: “Fikri mau nggak tak jadiin modelku? Tapi lepas jilbab dan dandan full emo”. Saya terkesiap. Senang. Sebelumnya temen yang ngirim sms itu tau kalo sebenernya udah lama juga saya ngidam pengen jadi model fotonya anak JC (baca : Jepret Club), entah kenapa tiba-tiba sidia sms mau jadiin aku foto modelnya. Sebenernya nggak yakin juga sama tawarannya, kenapa milih saya? sedangkan orang yang fisiknya jauh lebih mendukung banyak berserakan disekitar saya. Saya jadi teringat pernyataannya suatu ketika seperti ini: “Bagus tidaknya foto itu lebih tergantung pada potensi si pemotret”, dan sayapun sedikit terhibur karenanya.

           Tak usah menunggu dan berfikir ulang, langsung saja saya layangkan sms balasan pemberitahuan jika saya bermina - atau lebih tepatnya sangat berminat dengan tawarannya. Setelah sepakat, di dia menanyakan keberadaan saya yang seketika itu saya jawab dengan perasaan membumbung. Dan setelah itu selesai. Benar-benar selesai sebelum ‘perang’ dimulai. Sempat saya khawatir dan mencoba menghubunginya kembali untuk memastikan tawarannya, tapi hasilnya tetap: N I H I L.

          Saya sedikit kecewa dan sedikit banyak juga berusaha untuk menghibur diri saya sendiri dengan berfikir bahwa mungkin tawaran itu tidak untuk saat ini, tapi 2 hari lagi atau seminggu, atau bahkan sebulan? Hal ini menguatkan saya saat si dia suatu kali mngajak saya kesuatu tempat untuk memotret bunga, juga hal-hal lain yang menarik untuk dijadikan karya fotografi yang menawan.
sepulang dari ‘ajang pemotretan bunga’, kami langsungcapcussketempat kediaman kami, karena kami tinggal dalam atap yang sama. Saya berbaring melepas lelah ketika sidia dengan cekatan membuka laptop dan menilik ulang hasil potretannya. Sejenak dia melirikku dan berkata “Fik, coba deh lihat sini, mana yang lebih cakep?”, sebenarnya saya malas, tapi untuk menghormatinya, sayapun dengan enggan beranjak ketempat duduknya dan mulai melihat-lihat hasil jepretannya. Didalam sekian banyak foto tersebut, terselip sebuah foto salah satu teman kuliah saya, bisa juga dikatakan sebagai teman baik saya yang bergaya dan ber-make upfull emo. Hati saya tergetar sedikit. “Eh, ini fotonya Fitri ya?” Suara saya mungkin terdengar agak aneh termakan perasaan entah bagaimana. Dan sidia menjawab enggan “Iya” dengan suara yang dibuat sesamar mungkin. Setelah itu,moodsaya seketika berubah buruk. Buruk sekali. Entah kecewa atau bagaimana, saya belum yakin.

          Esok harinya, saya mendapat kesempatan untuk masuk kuliah sekelas dengan Fitri. Iseng-iseng saya bertanya langsung padanya. “Eh Fit, kamu pernah difoto sama Naila?” Fitri balik bertanya “Iya, kenapa?” “Full emo ya? gapapa, kemaren aku liat aja dilaptop naila” Saya berkata dengan senyum yang saya paksakan untuk keluar. Entah apa yang dipikirkan oleh Fitri saat itu. Tiba-tiba dia memamerkan foto emo hasil karya Naila atasnya terhadapku. “Fik, lihat ini, keren kan?” Aku tercekat. tenggorokanku mengering seketika.

          Sekarang kita tau kan sedikit tentang PHP? Pemberi Harapan Palsu. Mungkin lebih tepatnya Pemberi Gantungan kali ya? Karna sumpah deh, sebagai pihak yang diberi harapan palsu, hal tersebut sangat menyakitkan. Himbauan nih, jangan sampe deh kalian jadi orang dengan sifat ini. Kalo nggak mampu memberi harapan, atau harus dirubah ditengah jalan, mungkin lebih baik kita jujur. Karena sesakit-sakitnya kejujuran, pasti akan lebih sakit jika ketidakjujuran itu terkuak oleh waktu. So, jangan selalu memikirkan diri sendiri, sekali0kali memikirkan orang lain itu harus :)

Pertemanan seperti ini

Perkenalan yang indah itu seperti ini: Ketika kita bertemu dan berkenalan dengan seseorang yang bisa menarik hati kita. entah itu dari sudut penampilan, keasyikan bicara, atau bahkan saat mood kita baik. Lalu tak berhenti sampai disitu, terus kenal dan bermutualisme satu sama lain. Dia sebagai teman yang biak buat kita, adalah orang yang selalu buat kita tersenyum, tergelak dan yang paling penting adalah menghargai ke'ada'an kita. Perkenalan yang baik itu selalu seperti itu. Perkenalan yang dapat menumbuhkan suatu doa dan harapan untuk terus bersama, sebagai teman. Sebagai teman? Setidaknya seperti itu.

Pertemanan yang indah itu seperti ini: Ketika kita bisa merasa nyaman berada disisi teman kita. Entah itu dalam keadaan kita sedih maupun kita bahagia. Bahkan saat kita bete sekalipun, kita nggak akan merasa terganggu dengan kehadirannya. Pertemanan itu simple. Sangat simple malahan, cukup kita menyadari betapa kita mempunyai suatu hubungan keterkaitan kuat dan saling membutuhkan. Selalu menancapkan keyakinan bahwa kita ini bukan hanya jadi following saja, tapi bisa sebaliknya.

Pertemanan yang asyik itu seperti ini: Ketika kita menemukan orang yang sangat welcome terhadap kita. Entah itu dalam hal kebaikan maupun keburukan. Tentunya pertemanan asyik itu tak sama dengan pertemanan yang baik atau indah. Teman yang asyik, akan mendorong apa saja yang kita inginkan. Mendukung, menyemangati, bahkan terkesan memaksa. Pertemanan yang asyik? tak ada sedih didalamnya. Hanya ada canda, tawa, bahagia...

Pertemanan yang dekat itu seperti ini: ketika kita menemukan seseorang yang menurut kita pantas kita jadikan sebagai tong sampah. Tong sampah yang istimewa, yang sering mereka sebut sebagai 'persahabatan'. Teman yang dekat itu, bisa menjaga apa yang telah kita pasrahkan terhadapnya meskipun kita tak memintanya untuk merahasiakan cerita kita. Dia adalah orang yang meskipun tak mengerti jalan pikiran kita, tapi tetap berusaha mengerti apa yang kita rasakan, atau bahkan ikut mencicipi rasa yang sedang mendera kita. Terkadang mereka memberi saran, tanggapan, atau malah hanya bisa terdiam pilu dalam rangka memberi waktu kepada kita untuk menangis dihadapannya. Dia akan ikut berdecak kagum ketika kita memamerkan sesuatu. Hahahaa bukan karena menertawakan atau suatu hal semacamnya, tapi lebih karena dia ikut merasakan kebahagiaan kita.

Pertemanan yang menjengkelkan itu seperti ini: Ketika kita telah menganggap pertemanan yang kita jalani ini sebagai suatu yang berharga dan perlu untuk dilindungi, tapi tidak sebaliknya. Entah dari segi apa lawan teman kita tak menganggap kita berharga seberharganya kita menghargainya. teman seperti ini, akan ada terus bersama kita, seperti kita juga yang akan selalu ada untuknya. Tapi selalu ada keganjilan. Keganjilan yang tak wajar, seperti suatu satir yang membatasi kebersamaan kita. Merekakah yang memasang??

Pertemanan yang menyedihkan itu seperti ini: Ketika kita telah menemukan teman yang dekat, tapi hanya untuk saat itu. Setelah kita mengutarakan semua unek-unek yang sempat tertahan, dan hanya untuk dia, dan dia menanggapinya dengan baik, tapi pada akhirnya dia mundur teratur. Bukan, bukan penghianatan yang dia ciptakan, tapi lebih pada pengunduran diri. Untuk kita? Kita kan merasa sedih dan kehilangan sosok orang yang kita percaya. Bukan kehilangan kepercayaan, tapi kehilangan orang yang mampu kita beri kepercayaan. Bagaimana? Sakit???

Pertemanan itu seperti ini. Seperti ini, ya. Seperti ini. Rumit, tapi ringan. Percayalah!


SPARKS - Terkepung 3 Cinta

          Novel ini bener-bener Sparks pembaca sekalian. Isinya menggoda, menghanyutkan, melenakan (lebay). Yap!! Seperti novel-novel cinta yang lainnya, novel ini menyajikan suatu gambaran kehidupan keseharian tokoh utamanya, Vomi. Bercerita mulai dari keadaan ubungan Vomi dengan keluarganya, dengan musuh-musuh dan temannya, dan pastinya dengan 3 laki-laki special dalam hidupnya.

              Membaca novel ini akan membuat kita sadar betapa kita sulit untuk melupakan orang yang pernah singgah dihati kita, bahkan ketika kita telah memperoleh 'objek' lain sebagai penggantinya. Mungkin sedikit menyinggung salah satu ultimatum yang mengatakan bahwa masa lalu adalah suatu bayangan yang akan selalu mengikuti kita setiap saat. Yeah, dan memang itu adanya.

           Oh ya, sedikit ulasan untuk kalian yang belum baca novel ini, novel ini menceritakan Vomi dan pengalaman-pengalaman pribadinya sejak ia masih kecil sampai ia hampir menikah. Selain kehidupan cintanya, cerita dalam novel ini banyak dibumbui oleh pengalaman keseharian tokoh utamanya, dari cerita yang berbau sedih, kecewa maupun marah dan bahagia.

          Almino Situmorang, pengarang novel ini menggambarkan suatu keadaan galau dan kebingungan yang dialami Vomi menghadapi 3 orang yang dikasihinya, yang datang dengan takdir, bukan perencanaan belaka. Novel ini dikemas dengan puitis, tapi ringan dan gampang dinikmati.

                Salah satu bait favorit saya, yang sempat saya cuplik dan saya masukkan ke salah satu blog saya adalah: "Kukira sebuah cinta yang dalam bukanlah cinta yang perlu diungkapkan dalam kata-kata puitis, candle light dinner yang rimantis, sekeping ciklat  berbentuk hati, lirik lagu cinta yang melenakan, genggaman tangan yang menggetarkan, ataupun setangkai bunga wangi yang cantik. Kukira dia hanya salah satu pria yang mempunyai pola pikr yang sama sepertiku, menganggap cinta yang dalam tak perlu diungkapkan. Cinta yang bermakna dalam takkan pernah cukup diungkapkan dengan sebaris kata-kata dangkal."

               Oke pembaca sekalian, untuk mengetahuinya lebih lanjut. Langsung cekidot ke TKP aja ya, dijamin nggak nyesel deh milih novel ini. Lumayan buat ngerefresh otak ditengah-tengah kesibukan berkutat dengan tugas kuliah. Selamat menikmati ...

Aku dengan Aku yang Lain

Aku (A) : Hai (lesu)
Aku yang lain (B) : Hai fik, kenapa lesu? kamu sedih?
A : Iya..
B : Pasti sedih banget ya?
A : Iya, sedih banget.
B : Kenapa?
A : Kenapa kau masih tanya? Bukannya kau sudah tau? Kau juga merasakan kan? Sakit? Pasti sakit. Kenapa masih tanya?? (marah)
B : Ya ya fik, tenangkan dulu hatimu. Tak usah dihadapi dengan emosi. Ayo sini, cerita dulu. Pasti rahasiamu terjamin! (mantap)
A : Bagaimana mungkin aku bercerita terhadapmu yang sudah tau semua tentang aku?
B : Kau tau fik? Aku memang tau dengan segala apa yang kau alami, karena memang aku juga mengalaminya. Tapi kamu juga harus sadar. Aku tak bernah bosan mendengar jeritanmu. Aku tak pernah mengeluh mendengar segala macam keluhan dan amarahmu. Dan aku tak pernah berhianat terhadap dirimu. ayolah fik, ceritakan pelan-pelan.
A : Eeee.. aku .. aku sakit ngerasain perlakuan semua orang terhadapku. Setidaknya pagi ini. semua sungguh terasa menjengkelkan.
B : (...........)
A : Kalau aku diberi kesempatan dan aku berani, pengen rasanya kutendang wajah mereka satu persatu. Mengapa mereka begitu tega terhadapku? Aku pernah berada pada posisi mereka, tapi aku tidak memperlakukan mereka seperti yang mereka lakukan terhadapku saat ini.
B : Ya ya.. Wajarlah kau berfikiran seperti itu, mari kita lunakkan hati dulu, tenangkan, dan mencoba lagi untuk bersabar.
A : Cuiih!!! Apa? Sabar? Hellooooowwww??? Berarti, kau lebih suka ketika aku menyediakan diriku untuk mereka aniaya? Seperti itu?
B : Bukan ...
A : Terus apa? Bukannya kau juga merasakan apa yang aku rasakan? Mengapa kau tega menyuruhku untuk sabar? Sekarang ceritakan padaku!
B : Baiklah, kalau kau menanyakan status hatiku, aku akan menjawabnya sakit. Sakit sekali. Tapi aku tahu diri, tidak, aku mencoba untuk tau diri. tidak semua yang ingin aku lakukan, bisa dilakukan. Bukan karena tak masuk akal, tapi lebih dengan keterikatan kita dengan norma. Ingat. Norma. Aku tau aku sakit. Tapi pantaskah aku memperlakukan mereka seperti itu? Sabar itu sulit fik! Aku tak memboikot aku sebagai orang yang sabar, tapi aku mencoba untuk bisa bersabar. Menangis? Boleh. Marah? Silahkan. Ngamuk? Monggo!! Tapi bukan gini caranya. Kontrol emosi kau. Keluarkan jika benar-benar butuh kau keluarkan. Dan tahan selama masih dalam taraf ingin. Jangan dahulukan otakmu untuk masalah ini. Perhatikan hatimu! Kau tau fik? Kau marah, kau menangis, kau menghujat dengan terus menerus itu bukannya suatu hal menuju kemenangan, tapi justru sebaliknya. Mengakulah! Kau melakukan ini karna kau takut kalah? Sungguh tak pantas!
A : (menangis)
B : Menangislah dahulu, tak apa, semoga kesedihanmu akan hilang seiring dengan habisnya persediaan air matamu :')

Mencintai dengan cara tersendiri

          Kau mencintaiku dengan caramu sendiri. Jika tak terkesan lancang, aku menyebutkan bahwa caramu mencintaiku itu tak wajar. Kau mencintaiku dengan cara yang tak wajar. Kau mencintaiku dengan caramu sendiri, yang tak sama dengan cara-cara yang digunakan oleh sebagian-atau bahkan mungkin semua orang. Kau mencintaiku dengan caramu sendiri, mengutamakan kepuasan pada otak dan hatimu, bukan kepuasan dan ketenangan orang yang kau cintai, aku. Kau mengikat, menggenggam, mendekap, menekan, serta membungkusku dengan cintamu secara kasar, keras dan brutal. Aku tahu-faham jika yang kau lakukan itu adalah salah satu manifestasi atas besarnya rasa cintamu padaku, rasa memilikimu atasku, dan rasa kuasamu atas diriku. Kau mendorong, menarik, bahkan melemparku secara paksa untuk hanyut dalam buaian ganasnya cintamu. Kau mencintaiku dengan segenap mililiter darah yang mengalir dalam tubuhmu. Aku tahu. Aku faham, tapi tak pernah merasakan hal yang sama sepertimu.

          Sedangkan aku? Aku membencimu dengan beribu-ribu, bahkan dengan berjuta-juta alasan yang menurut mereka tak logis. Aku membencimu dengan segenap hati yang luka, cemburu. Aku membencimu dengan caraku sendiri: dalam sudut ketakutan, dan gelapnya hati. Aku membencimu dengan cara yang wajar menurut sebagian orang yang menglami hal yang sama denganku, sama terikat, sama tertarik, sam terdorong, sama terbebani, dan sama-sama yang lain. Mereka yang menyebutkan bahwa aku membencimu dengan cara yang tak logis adalah, mereka yang aku cemburui. Adalah mereka yang tak pernah merasakan suatu suasana dimana aku harus menangis untuk menjemput kepuasan, harus menjerit untuk menahan kesakitan, dan harus mengeram menahan kemarahan. Aku membencimu dengan caraku sendiri, karena memang aku tak mampu memakai cara yang sering mereka gunakan. Aku hanya bisa menendang awang-awang, menangisi kekosongan, dan membenci kecemburuan. Jangankan berlari, bergerak pun aku tak kuasa, menoleh apa lagi? Aku membencimu dengan sejuta kata yang telah kupelajari atas tenagamu, dengan keringatmu: sungguh tak pantas. Aku membencimu karena cemburu.

            Ketika aku membencimu dengan caraku sendiri, saat itu pula aku menyayangimu dengan caraku sendiri. Aku menyayangimu dengan caraku sendiri. Aku mencintaimu dengan caraku sendiri, bukan hasil duplikat pada seorang rekan kerja, atau teman semasa kecil, tapi benar-benar dengan caraku sendiri. Aku berbeda dengan mereka, dan aku tak mau menggunakan cara mereka untuk mencintaimu. Cukup dengan caraku sendiri aku mencintaimu. Aku mencintaimu dengan caraku sendiri, sebagai wujud kehausan akan kasih sayang, kelaparan akan kecintaan, dan kerinduan akan belaian. Aku ingin kau peluk secara perlahan, bukan kekasaran. Aku ingin kau kecup dengan ketenangan, bukan ketergesaan. Aku ingin senyum ketulusan, bukan paksaan. Dan aku ingin, dan selalu ingin, serta terus mengingini sesuatu atasmu. Sekali lagi, aku mencintai dan menyayangimu dengan caraku sendiri, mengedepankan logika daripada hatiku. Aku lancang. Aku tak tahu malu. Aku tak berhati. Aku tau itu. Tapi ada satu yang tak luput dari diriku. Aku mencintaimu, amat mencintaimu, dengan caraku sendiri.

           Hey kau! Taukah kau? Aku adalah salah satu orang dari sekian ribu orang yang amat mencintaimu. Ah tidak, mungkin aku termasuk dalam 3 finalis besar yang mempunyai rasa cinta yang amat sangat terhadapmu. Buktinya? Aku adalah orang pertama yang akan meneteskan air mata saat kau menahan sakit. Aku adalah orang pertama yang akan merasakan kegelisahan yang berlebih ketika kau dalam keadaan sulit. Dan aku adalah orang pertama yang selalu mendahulukanmu dalam beberapa hal. Ya. Beberapa hal, bukan semua hal, maaf.

          Taukah kau? Aku ingin kita saling mencaintai satu sama lain dengan cara kita. Ya, dengan cara kita: Bukan cara yang selama ini kau gunakan, yang memberatkanku. Bukan cara yang selama ini aku gunakan yang juga memberatkanmu, bukan pula cara mereka yang hanya bisa dipasang dengan nyaman pada posisi mereka sendiri. Ah, betapa indahnya jika kita bisa membuat suatu cara untuk kita gunakan bersama, tak ada saling memberatkan, tak ada keterpaksaan, dan tak ada ketertutupan. Semua sama, karena itu cara kita, bukan caramu, atau pula caraku.

          Hey kau, aku ingin kau tahu, jika aku mencintaimu dengan caraku sendiri, dan aku membencimu dengan sejuta alasan yang muncul diotakku atas bantuan keringatmu, maaf.

Sudut kegalauan,
22-09-2012
21.50 WIB

Menjadi DEWASA itu sulit!!!

Menjadi DEWASA itu sulit. Sesulit aku menulis tulisan ini. Sulit sekali. Memerangi fikiran yang kian rumit. Dan ternyata menjadi DEWASA itu rumit! AAAAAAAAAARRRRRRGGGHHH!!!

PAS Kena Hatiku

Nggak sengaja dengerin lagu yang salah satu liriknya sama persis dengan judul tulisan kali ini di Kampung Kuliner deket kampus (sekarang). Tiba-tiba pengen nulis tentang sesuatu yang bertema PAS kena ke HATI. Nggak tau juga pengennya mulai darimana, yang jelas sekarang saya juga lagi ngerasain sesuatu yang sama dengan judul tulisan kali ini. PAS kena ke HATI. Artinya pasti udah pada tahu ya, biasanya kita sebut dengan sebutan "Nylekit" atau "Makjleb", atau apalah yang bisa ngewakilin dan ngegambarin betapa tepatnya kata-kata atau perlakuan orang lain terhadap kita.



Sedikit saya cuplik lirik lagunya kalo nggak salah seperti ini:
          aku belum bisa maafkan kamu
          aku belum bisa lihat wajah kamu
          rasanya tersiksa, rasanya tak mau
          tak ada obatnya sakit yang kamu buat dulu
          karena pas pas pas pas pas kena hatiku

Sedikit nylekit juga denger lagu itu, secara sekarang ceritanya saya lagi sakit hati gitu deh karna perlakuan temen baik saya tadi siang, (saya katakan sebagai temen baik karna emang sejatinya dia itu adalah temen yang baik banget). Masalahnya saat ini bukan soal baik dan tidak baik, tapi soal pas apa enggak kata-kata temen kita itu pada selera atau keadaan kita saat itu. Emmm.. maksud saya, ketika perkataan atau perlakuan temen kita itu pas sama apa yang kita inginkan, pasti kita juga akan nyaman deket-deket sama dia, begitu juga sebaliknya.

Dan sebagai orang yang sedang dalam proses menuju kedewasaan (hehehee.. serius amat), selanjutnya saya nggak semata-mata hanya mikirin itu lagu, yang udah keliatan banget kalo maksud pas di lagu itu menunjukkan suatu ketidaknyamanan berdekatan dengan seseorang. Emm.. jadi ceritanya saya juga langsung kepikiran lagunya Ari Lasso yang kurang lebih liriknya kayak gini:
          Sentuhlah dia tepat di hatinya
          Dia kan jadi milikmu selamanya
          Sentuh dengan setulus cinta
          Buat hatinya sampai melayang

Nah, seketika itu juga saya langsung mikir kalo konteks PAS itu nggak cuma berlaku buat sesuatu yang nggak nyenengin aja. Artinya kata PAS juga bisa berarti suatu keindahan. Kalo boleh saya menyimpulkan, inti dari kata PAS itu adalah suatu stimulus yang mampu membuat menyentak tepat dihati dan fikiran kita. Entah itu stimulus buruk atau baik. Intinya dengan stimulus itu, kita nggak akan lama-lama  'mulek' di area afeksi saja, tapi langsung menggiring hati dan fikiran kita menuju suatu puncak dari emosi.

Nah, sedikit suguhan dari saya, semoga bisa dinikmati..
Ditulis di Kampung Kuliner Dinoyo
Dengan perasaan sok galau
19.00

Tingkat Kecantikan apa Tingkat Kesetiaan?

Berlanjut dari salah satu status postingan iseng saya di fesbuk, yang ternyata banyak yang menyukai topik tersebut, dan saya rasa emang seperti itu. Kurang lebih isinya seperti ini:
Gak habis fikir sama orang yang pada bangga sama koleksi mantan yang banyak.. mungkin tolak ukur mereka adalah kecantikan: bisa gonta ganti pacar sesuka 'udel'nya.. tapi tolak ukur saya bukan kecantikan, tapi kesetiaan: semakin sedikit mantan (apalagi nggak punya mantan), berarti dia semakin setia :)
 
Ini bukan cerita yang tiba-tiba muncul dikepala saya atau dari novel yang kerap saya baca, tapi cerita ini asli berawal dari pengalaman saya saat duduk bersebelahan dengan tersangka (baca: cewek yang hoby mengoleksi mantan) saat kuliah berlangsung dikelas. Tergambar jelas diwajah mereka (karena nggak cuma satu tersangka saja) jika mereka bangga dengan kedudukan mereka yang sering gonta ganti pacar. Nggak jelas juga apa yang melatarbelakangi mereka mempunyai fikiran seperti itu, karena yang jelas mereka adalah tipe orang yang nggak suka mikir 'susah'. Maunya hidup itu ya dibuat hepi aja, GAK USAH RIBET. Gitu aja kok repot.
Mendengar selentingan demi selentingan yang mereka lontarkan, saya jadi berfikir (semoga aja fikiran saya benar), mungkin yang mereka jadikan tolak ukur dari peristiwa gonta-ganti pasangan itu adalah KECANTIKAN. Ya, mengapa saya berbicara seperti itu? Karena saya melihat jika para tersangka mempunyai wajah yang cantik dan didukung dengan fisik yang memukau. Saya fikir nggak salah juga jika banyak laki-laki yang ngantre buat jadi pacar mereka. Orang cantik itu gampang cari pasangan, satu putus, tinggal ganti dan milih pasangan pengganti yang sesuai dengan hatinya. Bahkan terkadang belum putus pun udah banyak yang ngantri. Nah loh???
Memikirkan alasan dari mereka gonta-ganti pasangan pun tiba-tiba muncul pemikiran yang lain tentang hal itu: Terus, bagaimana dengan KESETIAAN mereka? Begitu gampangkah seseorang untuk meloncatkan hatinya dari orang satu ke orang yang lainnya? Ehm, sori ya sebelumya, saya tidak mengklaim kalau apa yang mereka lakukan itu salah. Itu semua hak mereka dong, ngapain juga kita harus ikut campur, iya nggak? Saya cuma tiba-tiba menganggap kalau topik ini bagus untuk dibicarakan, tetap dengan menyembunyikan identitas tersangka tentunya untuk menghormati mereka.
Menurut pandangan saya nih, orang yang tingkat kesetiaannya tinggi itu susah untuk berganti pasangan. Seandainya putus cintapun, setidaknya ada jeda panjang untuk bisa dapet penggantinya, nggak sukur nampa orang yang ada disekitarnya. Emmm... jadi saya membuat semacam hukum dari kesetiaan gitu deh, sedikit nyuplik dari perkataan hukum pasar, bahwa semakin sering orang berganti-ganti pasangan, maka semakin rendah tingkat kesetiannya, begitu juga sebaliknya.
Sedikit share dan pengen tuker fikiran sama pembaca aja sih sebenernya, mungkin ada yang punya pandangan dari sudut yang lain? atau ada tulisan lain yang ada hubungannya sama tulisan saya kali ini? Ya monggo dikasi linknya di comment buat saya. Terimakasih :)

Ditulis dimarkas utama penulis,
Malang, 07 September 2012 16.25 Sore

Nama Adalah Doa??

Sepanjang, 2006
"Harirotul Fikri!!". Guru Bahasa Arab memanggil namaku dengan keras. "Susunan apa nama kamu itu Har?" Beliau melanjutkan. "Emmm... Nggak tau pak, Afwan" Aku menjawab disertai dengan senyum amat manis yang pernah aku punya. "Makanya, kalau ingin tau susunan suatu kalimat, selain dilihat dari ciri-ciri fisiknya, ada baiknya juga dilihat dari sisi maknanya juga. Kamu tau Har, apa arti dari nama kamu?" Aku kembali menggeleng. Bukannya aku 'buta' akan arti namaku, pernah sesekali aku membuka kamus bahasa arab (bukan punyaku pastinya) dan mencari apa arti dari namaku. Setelah aku cek dan ketemu, ternyata arti dari nama depanku adalah 'Sutera', dan arti dari nama belakangku adalah 'Berfikir'. Tapi endingnya tetap, aku tak bisa menerka maksud dari namaku. "Hariroh itu artinya 'Sutera', sedangkan Fikri artinya 'Berfikir', jadi maksud dari nama kamu adalah 'Kelembutan Berfikir'". Belum sempat aku menikmati dan membanggakan arti dari namaku, tiba-tiba ada salah satu temanku menyeletuk : "Iya pak, saking lembunya, kalo mikir sampe kebawa tidur". TEK!! Nama adalah doa. Itukah artinya?

Malang, 2012 (Hari ini)
 "Hariroh" Dosen Teologi Islam menyebutkan namaku dengan suara lirih saat gliran pengabsenan namaku telah tiba. "Ada pak!!" Jawabku mantap. "Har, kamu tau nggak apa arti dari nama kamu?" Hassssh.. Lagu lama, menanyakan arti dari namaku. Tapi jawabanku tetap sama. "Tidak pak!" Intinya aku jawab seperti itu tak lain adalah aku selalu tak yakin dengan arti dari namaku sendiri. Namaku mengandur arti kiasan, mengandung arti tersembunyi, tidak seperti nama 'Uswatun Khasanah' mungkin, yang artinya udah pasti : Teladan yang baik. Atau Sholeh misalnya. Tapi aku sadar, hanya nama-nama yang berkiaslah yang akan dipertanyakan. Karena harus dipikir lebih lanjut, mungkin. "Harirotul Fikri itu artinya 'Kemerdekaan berfikir', jadi kamu dikelas harus aktif". Dan aku tanggapi dengan senyum merekah. Aku senang dengan arti dari namaku yang versi kali ini.

Ya. Lumayan lama aku merenungi arti dari namaku yang kembali dibahas dikelas. Dari sekian kali pembahasan namaku dikelas, baru sekarang aku tertarik untuk memikirkannya lebih lanjut. 'Kemerdekaan Berfikir', ketika mengingat kata itu, yang terbesit dalam benakku adalah sosok cara berfikir yang bebas, tanpa batas, dan tanpa ujung. Kadangkala juga bersifat 'Tak bersekat'. Cara berfikir seperti ini kadang-kadang bisa ngawur, tak memiliki batas dimana suatu hal bisa dikatakan layak untuk difikirkan, yang tak layak untuk difikirkan, dan mempunyai cara berfikir sepeti orang-orang disekitar atau lumrahnya orang punya fikiran tentang suatu hal, itu pasti.

Iseng-iseng juga aku kaitkan arti namaku diatas dengan keadaan yang sedang aku alami. Posisiku dalam keluarga seperti apa, atau dalam pertemanan mungkin? Atau tingkat ketidaksetujuan orang disekitarku atas kemiringan pikiranku, dan ternyata tak banyak meleset.

Dalam kehidupan keseharian misalnya. Jika aku merasa takut dan bingung untuk menghadapi dampak dari suatu perilaku yang telah aku lakukan, aku tidak hanya berfikir satu hal dampak yang mungkin terjadi. Itu benar kawan, tidak hanya satu, dan itu banyak sekali. Pernah suatu ketika aku mengungkapkan semua jenis unek-unekku pada teman yang aku anggap sebagai teman baikku, dan reaksinya sangat amat tidak mengenakkan. Mereka bilang kegalauanku tak berdasar. Mereka bilang kegalauanku sangat tidak mungkin terjadi, dan mereka bilang kegalauanku sangat tidak logis! Ketika aku menjelaskan betapa mungkin hal itu terjadi, mereka malah menyerang ulang jika orang lain tidak akan pernah punya pikiran sekonyol pikiranku. Dan hasil konsultasiku pun gagal: Aku tetap merasa galau.

Tak banyak beda dengan suasana dirumah ketika aku mengungkapkan pikiranku yang aku sebut nylempang dengan pikiran orang rumah. Oke, gampangnya aku anak yang berbeda dengan saudara-saudaraku yang lain: Kalau saudara-saudaraku semua bertipe penurut, aku pemberontak. Selalu menjawab apa kata orang tua jika tak bisa aku paksa masuk pada pikiranku. Seringkali aku merasa dianaktirikan atas tindakanku yang mungkin tdak sesuai dengan keinginan mereka. Sakit hati juga sering aku rasakan, meskipun aku juga jago menyembunyikannya. Dan aku tau apa penyebabnya, yakni pola pikirku yang tak sejalan dengan pola pikir mereka.

Sekarang aku jadi mikir, yang memberi nama aku itu siapa? Jika banyak yang mengatakan kalau Nama itu adalah doa, dan ketika doa itu telah dikabulkan oleh Yang Di Atas, kenapa anak yang harus disalahkan??

Ditulis dengan hati yang galau.
Dikamarku, yang aku paksakan untuk jadi Istanaku.

Aku Ingin Menulis

Aku ingin menulis sesuatu yang ada pada benakku. Agar kalian mengerti beginilah aku, beginilah fikiranku, dan seperti inilah suasana hatiku saat ini. Akan aku buat kalian menangis membaca tulisanku yang bernada sedih, seperti aku menangisi kesedihan yang aku torehkan lewat tinta merah yang tengah kalian baca. Akan aku buat kalian tertawa terpingkal-pingkal ketika kalian membaca tulisanku yang penuh akan warna sesuai dengan seleraku. Dan pipi kalian akan memerah disertai dengan senyum mengembang kitika kalian telah sampai pada jilid bab yang berwarna pink, meskipun hanya cerita roman monyetan. Selain itu, aku akan membawa kalian dalam suatu emosi kemarahan ketika kalian membaca tulisanku yang berwarna dasar ungu, tapi bertuliskan tinta hitam. Kalian tau? Aku senang melihat kalian menangis, tertawa, marah, atau bahkan meloncat-loncat kegirangan saat membaca ceritaku.
Aku adalah seseorang yang ingin membuat kalian membawa pensil warna setiap kali membaca tulisanku, dan menandai sekelumit dari tulisanku yang benar-benar membuat kalian tersedu, tertawa, dan memerahkan pipi. Aku ingin kalian membayangkan bagaimana jika kalian sendiri yang mengalami peristiwa yang sama sepertiku. Tertawa juga kah?? Menangis jugakah?? Atau malah mencibir??
Setelah kalian mambaca tulisanku, aku ingin menjelaskan pada kalian mengapa aku menuliskan ceritaku, bukan cerita orang lain, dan bukan cerita fiksi yang berada dalam imajinasiku. Bukan, bukannya aku ingin memamerkan keberuntunganku ketika aku sampai pada bab keberhasilanku. Bukan pula aku berniat untuk mengeksploitasi pengalaman hidupku jika menurut kalian tulisan itu sangat tidak penting untuk aku tulis, bukan. Aku hanya ingin bercerita dan membawa kalian dalam fikiranku. Biar kalian tidak terpaku dan mendewakan pikiran kalian sendiri. Biar kalian tau jika pikiran kalian dengan pikiranku tidak selalu sama. Dan aku juga akan melakukan hal yang sama pada tulisan kalian ..

Mulai VS Sudah

Sedikit tulisan gue, sebagai wujud protes atas ketidaksetujuan gue terhadap suatu pernyataan yang sering diungkapkan oleh kebanyakan kaula muda saat marak-maraknya orang minta maaf. (Sori, gue sengaja makek kata ganti "kebanyakan kaula muda" buat mewakili mereka: komunitas yang sering mengatakan kalimat yang bakalan gue uraikan kali ini. Bukan dengan kata ganti "kita", karna gue sadar, gue nggak pernah ikut-ikutan mengatakan kalimat itu untuk tujuan minta maaf. So, elu aja kali gue enggak, hehee). Tulisan ini juga gue tulis sebagai wujud penghargaan gue terhadap bahasa nasionalisme gue, yang erat hubungannya dengan arti dari apa yang ditulis oleh bahasa, dan apa yang dikatakan oleh bahasa.

Oke, to the point aja. Yang nginpirasiin gue buat nulis tulisan ini adalah pengalaman gue sendiri waktu lebaran kemaren. Ceritanya gue lagi asyik ngucapin minal aidin wal faizin gitu deh di twitter (ini akun twitter gue: @NengFikri follow yaa.. hahaa). Waktu gue ngucapin Minal Aidin Wal Faizin ke salah satu temen gue, sebut saja namanya Painem, eh si Painem langsung bales tweet gue dengan ucapan "Iya sama-sama fik, minal aidin wal faizin juga, mulai dari 0-0 yaa? :)".  WHATT??? Mulai dari 0 kata elu??? Ini mau minta maap, apa mau ngisi bensin motor gue nih?(sori pembaca, gue jadi kemakan iklannya pom bensin nih). Lanjut, waktu si Painem bilang kata-kata itu, gue langsung njawab dengan mantep semantep-mantepnya kalo gue GAK MAU MULAI DARI 0!! Nah loh, terus mulai dari mana dong???

Menurut gue, kata yang PAS buat kalimat penerus dari kata "Minal Aidin Wal Faizin" itu bukan "Mulai dari 0-0" Bro, Sis, tapi "Sudah 0-0". Nah, pada nggak setuju kan kalo gue pakek kata "Sudah 0-0"? Oke, sebelum elu pade selaku pembaca blog gue nggak ruwet bin ngamuk-ngamuk gak jelas, ada baiknya kalo kalian baca dulu alesan kenapa gue lebih membenarkan kata "Sudah 0-0" daripada kata "Mulai dari 0-0". Berikut uraiannya:

SUDAH 0-0
Emang nggak enak sih ngucapin kalimat "Sudah 0-0 ya kawaaaann" saat kita minta maaf kesanak saudara atau sohib kita. Tapi menurut gue, kata itu bener secara mutlak, baik teks maupun artinya. Sekarang kalian pikir deh, yang namanya hari raya Idul Fitri itu kan Kembali Fitrah, Kembali Suci, berarti yang namanya kembali suci itu sebelumnya masih kotor, makanya kotor itu kita minta maaf. Nah kata yang bisa mewakili dari dari kembali fitrah itu adalah kata "SUDAH", bukan "MULAI". Maksudnya sih kesalahan yang pernah kita perbuat itu udah dimaafin oleh kedua belah pihak, jadi gampangnya si A udah nggak punya salah sama si B (Nilainya 0), begitu juga sebaliknya.

MULAI DARI 0-0
Kita ngaca dulu ke proses pengisian bensin di pom bensin. Kalian tau nggak kenapa mbak-mbak atau mas-mas di pom bensin itu bilang "Mulai dari 0 yaa" sebagai kata pembuka sebelum meeka ngisi bensin ke motor atau mobil kita? Yap, tujuannya nggak lebih biar kita itu tau dan percaya kalo takaran bahan bakar yang akan dimasukkan kedalem kendaraan kita itu PAS!. Selain itu, tujuan dari kata-kata "Mulai dari 0" itu adalah ngasi klu atau kode buat ngasi tau kita kalo pengisian akan dimulai. Gampangnya, didalem kata mulai itu ada niatan untuk "mengisi". Inget ya, "mengisi" . Sekarang kita hubungkan dengan kaliamat yang tepat untuk minta maaf. Minta maaf itu yang dibahas apa kawan-kawan sekalian? Dosa bukan? Nah, sekarang kita pikir bareng-bareng nih kawan, kalo minta maaf itu menggunakan kata "Mulai" yang mengandung arti "akan di isi", pantes apa enggak? Terus kalo minta maaf itu adalah suatu hal yang mengaiteratkan dosa, secara logika, apanya yang akan diisikan dari kata mulai? Dosa kan? Subhanallah, Naudzubillah banget kan??

Kalo gue sih milih yang aman atas pemikiran dan dasar dari apa yang gue mengerti dan apa yang gue percaya. Sedikit suntikan materi agama yang pernah gue denger dan gue jadiin sebagai tambahan landasan buat tulisan gue kali ini, yaitu bahwa niat baik itu akan dicatat baik sama malaikatNya, sedangkan niat buruk itu ngga dicatat apa-apa olehNya. So, daripada gue nggak dapet apa-apa makek kata "Mulai", lebih baik gue dapet pahala dari kata "Sudah". 

Sekian dulu dari gue, buat pembaca yang nggak sependapat sama gue, pastinya kalian punya landasan pikiran tersendiri akan pendapat-pendapat yang kalian jadikan pegangan. So, gue harap nggak ada yang tersinggung atas postingan kali ini. Terimakasi dan Wassalam :)

Menghargai Usaha Sendiri

assslamualaikum
bagi mahasiswa MK pSikologi agama apabila merasa nilai yang ada tidak sesuai dengan kemampuannya baik merasa terlalu tinggi ataupun terlalu rendah..mohon segera hubungi saya...via telp ato sms sampai tanggal 7 juli 2012 pukul 12,00
terima kasih
wassalam
Dosen pengampu
Berkat membaca pesan singkat yang dikirim oleh dosen Psikologi Agama gue diatas, gue langsung tersengat pengen liat nilai-nilai gue yang sampe saat pesan itu keluar belum juga gue tengok. Beda cerita dari mayoritas temen gue yang nggak ngeliat nilai-nilainya dikarenakan takut kalo dapet nilai jelek, eh gue malah gara-gara males. Males buka-buka sesuatu yang menurut prediksi gue bisa bikin gue galau. Nah lo, apa bedanya cobaa??
Alhamdulillah, setelah gue tengok nasib nilai-nilai matakuliah gue, gue bisa bernapas lega karena ternyata, meskipun nilai gue gak bagus-bagus amat, ternyata masih ada peningkatan kalo dibandingin dengan yang semster lalu. Setelah puas mentelengin nilai-nilai gue yang terbilang cukup bagus untuk ukuran gue, udah bisa ditebak sih, gue langsung buka fesbuk sama twitter buat apdet status. Belum juga gue apdet tuh status udah ada temen yang ngajak chat gue ngomongin tentang nilai Psikologi Agama.
"Fik, Psikologi Agama dapet apa?" Gue jawab "B+, kamu?" Si dia (mungkin dengan ekspresi marah juga seandainya dia didepan gue) "Aku dapet B+ juga fik. Mau protes aku!!" "Lah maunya minta nilai apa loh mbak?" Dengan semangat membara si embak langsung bales "Ya A dong fik. Masak A*** dapet A, aku dapet B+? Seharusnya aku ya dapet A juga, wong aku ngerjakan tugasnya bareng A***". STOP. Setelah sempet ngerenungin percakapan dengan temen gue tadi, gue langsung mikir "Ya ampun nih anak, susah banget sih nyukurin hasil jerih payah ndiri??" 
Oke, berangkat dari pengalaman gue diatas, gue jadi semacam punya teori yang (sumpah) gue dapet dari otak gue sendiri. Kalian tau apa? Yap!!! Yaitu Menghargai Usaha Sendiri. Menghargai usaha sendiri itu kalo menurut gue beda banget sama menyombongkan hasil dari apa yang telah kita kerjain. Bedanya begini: kalau menyombongkan hasil jerih payah kita ke orang lain, ciri-ciri yang mencolok adalah bangga dengan apa yang didapetin dari hasil jerihpayahnya tersebut dengan mewujudkannya sebagai tolak ukur dari kerjaan atau jerih payah yang dilakukan orang lain yang juga untuk hal yang sama. Simpelnya gini deh, seandainya gue berhasil melakukan suatu misi dalam hidup gue, maka gue akan berpikir kalo keberhasilan ini mutlak karena usaha gue sendiri tanpa ada oknum-oknum yang membantu proses kesuksesan kita. Seandainya usaha itu kita lakukan dalam suatu grup atau komunitas tertentu, kita bakalan mikir kalo usaha yang telah kita jalanin itu kagak bakalan bisa berhasil tanpa usaha yang kita lakuin, intinya lang lebih inti lagi, kita ngeremehin jerih payah yang dilakukan oleh oknum-oknum yang berada disekitar kita. Wujud yang nyata lagi nih, yang sangat mencolok dari sombong itu, biasanya kita sering nyeritain usaha yang telah kita perbuat pada orang-orang disekitar kita. Tujuannya nggak jauh-jauh amat dengan pame atas apa yang kita kerjain.
Terus, apa dong bedanya dengan bangga yang mengandung niatan menghargai usaha sendiri??? Bedanya tipis sih, makanya sering juga kita salah dalam mengartikan dan menjalankannya. Kedua sikap tersebut sama-sama merupakan rasa bangga atas apa yang telah diraih. Tapi beda loh pembaca sekalian. Bedanya dalam hal menyikapi keberhasialn dari usaha tersebut. Apasih bedanya??? Yang beda itu pikirannya bro!! Orang yang pinter menghargai jerih payahnya akan selalu bersyukur atas apa yang didapetin dari usahanya, walaupun cuma dikit, bahkan ketika tidak memperoleh apapun. Kalian tau mengapa orang-orang yang pintar menghargai jerih payahnya itu tetep bersyukur ketika mereka tak mendapatkan apa-apa? Hal itu tak lebih karena dia adalah orang yang sangat menghargai dirinya dan jerih payah yang ia lakukan. Orang yang memaki-maki hasil yang tidak memuaskan atas usahanya itu, secara tidak langsung ia telah melecehkan dan menganggap bahwa apa yang telah diusahakan dan dilakukan selama ini itu nggak ada artinya. Nah, terus apa arti dari usaha berbentuk doa, materi dan tenaga yang dilakukan sebelumnya?

Brokoli Chrispy

Siapa bilang yang bisa di chrispy cuma ayam, tahu-tempe dan jamur?? Hahaa... ceritanya gue itu kemaren lagi PM (Pengabdian Masyarakat) di daerah Pujon-Malang yang semua orang itu tau kalo disana itu gudangnya susu segar, sayuran segar, dan buah segar. Sumpah bro, bukan susu, buah atau sayurnya saja sih yang segar, tapi pemandangan sama udaranya juga masih seger banget, keliwat seger malah. Nah lo???
Kembali ke cerita awal ya, ceritanya waktu itu gue sama temen-temen abis ngadain penyuluhan kesehatan buat warga sekitar. Semacam nyadarin kalo disana banyak makanan yang bermutu gitu deh. Eh, begitu acara selesai, sang ibuk-ibuk dan bapak-bapak warga setempat ngasi sayuran sama buah-buahan (padahal cuma apel) yang banyak banget. Sumpah banyak, sampe bascamp gue penuh sama yang namanya sayur. Mungkin pemberian itu semacam bentuk ucapan terimakasih mereka atas penyuluhan yang baru aja gue dan temen-temen gue gelar. Ya meskipun terlalu banyak, harus disyukuri deh ya?? Alhamdulillah..
To the point aja deh, kalo elo pada pengen gerasain gimana rasanya makan brokoli chrispy, gue mau bagi-bagi resep nih buat ente-ente semua. Dijamin deh, rasanya nggak kalah sama jamur chrispy. Hal ini bisa menjadi solusi kita kalo lagi bokek. Daripada beli jamur yang lumayan langka dan mahal, mending beli brokoli deh dapet banyak, hehee..
Okesip broder en sister, yang perlu kalian siapin dulu adalah:
  • Brokoli 1 Kg
  • Tepung beras 0,5 Kg
  • Tepung maizena 0,5 Kg
  • Telur 2 butir
  • Penyedap rasa
  • Bawang merah-bawang putih secukupnya
  • Garam
  • Air
Nah pemirsa, kalo bahan-bahan diatas udah kalian sediain, ikutin langkah-langkah dibawah ini ya... Catatan juga nih, sebelum buat brokoli chrispy ini, gue udah searching-searhing gitu di gugel gimana caranya buat jamur chrispy (karena menurut gue, pasti caranya sama dengan cara buat brokoli chrispy). Nah ketika gue nyoba buat ngikuin langkah-langkahnya, kok gue ngerasa kesulitan ya? mungkin terlalu ribet. Dan akhirnya gue buat jalan pintas deh biar simpel. Kalo mau tau caranya, cekidot deh ->
  1. Rebus brokoli yang udah di iris kecil-kecil dengan air yang udah dikasi garem secukupnya. Fungsinya? Ya biar brokolinya sedkit ada rasa sedapnya gitu. ngerebusnya jangan mateng-mateng ya, setengah mateng aja, terus tiriskan sampe bener-bener kesap airnya.
  2. Taruh brokoli yang telah ditiriskan ke wadah yang agak longgar, lalu taburkan setengah dari campuran tepung beras, tepung maizena dan penedap rasa. Eh iya, jagan lupa dikasi garem lagi ya, biar chrispy nya juga kerasa asin, lalu campurkan adonan.
  3. Kocok 2 butir telur yang dicampur dengan bawang merah dan bawang putih yang telah dihaluskan, dan campurkan lagi kedalam adonan.
  4. Tambahkan setengah sisa tepung yang tersisa buat nutupin basahan akibat telur yang dicampurkan
  5. Setela itu, tinggal digoreng deh dengan minyak yang agak banyak, dang angkat setelah eliatan agak kecoklatan.
Selamat menikmati ya sodara-sodara. Dijamn enak deh. Kalo ada yang rasanya nggak enak, mungkin kelebihan garem ato malah kurang? hehee.. kalo kata temenku, masak itu harus pakek hati, biar bumbu dan rasanya pas. ~SELAMAT MENCOBA~

Sedikit Tips Buat Para 'Pesimistis'

Langsung saja pembaca sekalian, kalo liat foto yang gue cantolin di artikel ni, pasti bawaannya mupeng pengen jadi kayak tuh bocah. Gue ibaratin kalo dia udah mulai nulis dan nerbitin artikel yang dia buat sendiri. Nah kalo yang minder gimana dong? Sama mungkin ama gue yang dulu yang selalu minder mau ngeposting tulisan gue ke blog atau di note fesbuk. Banyak banget sih alasan gue buat nggak ngeposting tuh tulisan, akibatnya kasian banget tulisan gue itu cuma nagkring di tumpukan folder laptop gue dan tanpa ada yang baca, kecuali gue pastinya. Nah pemirsa, biar tulisan dan unek-unek kita nggak nganggur tanpa pembaca, mending kita posting aja langsung ke blog atau apalah pokok intinya dipublikasikan. Okesip, kalo masih ada yang minder, mungkin gue bisa memprediksi keminderan sodara-sodara sekalian (dari pengalaman sendiri tentunya) dan akan mencoba memaparkan 'keganjilan' tersebut.

Hal-hal dibawah ini sering terjadi pada pemula blogger, kayak gue juga sih, hehee :
  • Menilai tulisan sendiri sebagai tulisan yang nggak layak di expose.
  • Malu dan minder liat tulisan-tulisan milik orang lain yang telah ditampilkan.
  • Selalu merasa kurang dengan tulisan yang dibuat.
  • Takut jika ada yang terganggu atau gak suka dengan tulisan kita.
  • De el el.
Nah sebagai penulis yang baik, disini gue juga mau ngeposting tips dan trik yang bisa ngilangin keganjilan yang terjadi pada diri sodara-sodara sekalian. Resep ini dijamin manjurnya pemirsa, terbukti udah berhasil menyembuhkan penyakit minder si sleeper yang dulunya gak pernah PD buat ngeposting tulisan. Oke, Cekidot ya pemirsa, ini nih tips nya :
  •  Belajar menghargai karya sendiri mulai dari sekarang. Kalian kudu yakin kalau tulisan yang kalian buat merupakan suatu wujud karya besar yang bakalan bermanfaat buat kalian sendiri dan pembaca tulisan kalian.
  • STOP plagiarisme. Bagaimanapun juga, tindakan plagiat merupakan sutu tindakan yang emang pantas dicibir pembaca, sama aja dengan mencuri hak milik orang lain atau lebih parah lagi, sama aja dengan melecehkan diri sendiri. Nah lo?? kalo emang butuh buat ngutip tulisan orang lain, usahan minta izin dulu dan jangan lupa ngasi keterangan ngambil tulisannya darimana.
  • Terapkan pemikiran EGP tentang nilai yang bakal diberikan pembaca pada tulisan kita. Maksut ane tuh bukan kita nulis sesuatu seenak udel kita, tapi lebih kepada nunjukin kepedean kita dalam menulis. Terserah pembaca mau menilai tulisan kita kurang inspiratif atau kurang baku misalnya. Jadiin kritikan dari pembaca sebagai suatu koreksi buat proses nulis kita selanjutnya.
  • Jangan minder liat tulisan-tulisan para senior bloger yang keren-keren. Kalian pasti juga paham kan kalo dulu mereka juga pernah jadi junior dalam ngeblog. Jadi semua butuh proses, dan kalo kita terus belajar dan ngembangin bakat nulis kita, pasti entarnya kita jadi kayak mereka, hehe
  • Ada baiknya kalo pembaca sekalian menerapkan BTB untuk mengisi kekosongan tulisan pembaca. Maksud ana biar kalian pede mau mosting tuh tulisan.
Nah sekian dulu pemirsa, semoga bermanfaat bagi kita semua di dunia dan di akhirat kelak. Selain itu bisa bermanfaat bagi Agama dan Bangsa Negara, hehee

BTB (Bukan Tulisan Biasa)


Berangkat dari gambar yang berisi tulisan diatas, saya seakan mendapat suatu tamparan. Bahwa menulis itu mempunyai makna, menulis itu punya arti, dan menulis itu punya tujuan. menulis tak hanya sukur menorehkan bolpoint atau memencet tombol dari berbagai macam huruf serta angka tanpa aturan, menulis bukan hanya suatu aktifitas yang hanya sekedar memerlukan suatu kerja motorik manusia. Tapi menulis butuh fikiran, menulis butuh hati, menulis butuh cinta, dan menulis butuh ketulusan.
Mengapa menulis butuh pikiran? Kalian tahu menjadi apa fikiran dalam diri kita? Ya, fikiran adalah raja diri kita. Raja yang mengatur apa yang harus kita lakukan, apa yang harus kita masukkan dalam otak, apa yang perlu dikeluarkan oleh otak, dan apa yang bisa disaring oleh otak. Fikiran tahu mana yang bagus dan mana yang jelek. Fikiran tahu mana yang masuk akal dan mana yang tak dapat dijangkau oleh akal, dan fikiran tahu bagaimana cara melakukan suatu hal.

Menulis butuh hati, kenapa? Karena menurut saya, hati berkedudukan sebagai penasihat dalam diri penulis. Bagaimana mungkin kita melakukan suatu tindakan yang didalamnya tak ada peran penasehat? Bagaimana jadinya jika kita menulis tanpa dampingan hati? Mungkin akan banyak perasaan yang terluka akan tulisan kita. Mungkin juga akan banyak yang menjuluki tulisan kita sebagai tulisan yang tak berguna, tak bermanfaat dan atau bahkan menyesatkan? Sepintar-pintarnya atau sehebat-hebatnya raja, bahkan masih membutuhkan seorang penasehat yang akan mengendalikan pikiran yang terkadang tidak punya batasan baik dan buruk, tidak punya batasan norma dan tidak punya batasan jangkauan.

Mengapa menulis butuh cinta? Bayangkan jika menulis adalah sesuatu yang anda cintai. Bagaimana perasaan anda ketika bertemu dengan sesuatu yang anda cintai? Bagaimana cara anda memperlakukan sesuatu yang anda cintai? Ada sebuah dalih tentang kebutaan cinta yang berbunyi "Barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka sesungguhnya ia adalah budak dari sesuatu yang dicintainya". Akankan seorang budak memberikan sesuatu yang tidak istimewa kepada majikannya? Akankah budak akan menyuguhkan sesuatu yang tidak enak dipandang atau dirasa kepada majikannya? Jawabannya singkat : TIDAK!

Menulis bututuh ketulusan. Mengapa? Tidak, mungkin bukan hanya ketulusan, tapi keridhoan. Kalian tahu apa perbedaan dan tingkatan kesabaran? Tingkatan-tingkatan tersebut dapat kita umpamakan sebagai berikut : Sabar adalah keadaan dimana kita ketika menerima suatu pukulan, kita diam tak merespon suatu apa, meskipun sebenarnya kita merasa jengkel misalnya, atau marah? Ikhlas adalah suatu keadaan dimana kita saat menerima pukulan, kita justru tersenyum pada si pemukul dengan tak ada rasa dongkol atau marah didalamnya. Diatasnya iklhas ada Ridho, adalah situasi dimana kita ketika menerima suatu pukulan, kita malah tersenyum dan meminta untuk kembali dipukul, karena senangnya mendapat pukulan pastinya*. Sekarang jika kita singkronkan dengan menulis. Kita akan merasa ingin terus menulis dan mengembangkan tulisan kita. Ibaratkan menulis adalah suatu cobaan, oraang yang ridho akan menginginkan untuk segera menerima 'cobaan' susulan setelah dapat menyelesaikan cobaan yang pertama, dan seterusnya.
Pada intinya adalah kembali pada satu topik awal bahwa fikiran, hati, cinta dan ketulusan yang kita torehkan bersama tinta tulis kita adalah suatu rangkaian yang akan mengantarkan tulisan kita menjadi suatu karya yang tidak akan mati ketika bahkan sang penulis telah mati berjuta tahun kemudian. Selain itu seperti tujuan awal dari suatu gamabar yang berisi tulisan diatas, bahwa tulisan yang kita tuju adalah suatu tulisan yang akan mengantarkan kita pada suatu kebahagiaan di akhirat kelak. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti ~ Ali bin Abi Thalib.

Bangkit dari 'KUBUR'

Gambar disadur dari mesin yang biasanya kita anggep kakek
kita pemirsa, maklum, penilis gak ada waktu buat nggambar
sendiri, heheee
          Taraaaaaaaaa!! Akhirnya si Sleeper dateng lagi kehadapan para pembaca sekalian. Setelah lama (sok) sibuk dengan tugas-tugas UAS yang Subhanallah banyaknya, Subhanallah Sulitnya, dan Subhanallah menyita waktunya, akhirnya hari yang dinanti-nanti tiba: yaitu hari dimana si Sleeper dapat tetidur nyenyak berdampingan dengan pasangan hidupnya atau biasa disebut dengan kekasih (Baca : Guling). Selain itu, mulai sekarang sampe 2 bulan kedepan, kayaknya si Sleeper bakalan lumayan eksis nih di dunia maya, maklum kata emak, daripada kelayapan gak tentu arah malah ngabisin banyak duit (padahal gak ada yang bisa diabisin), mending buat beli pulsa modem *tiiiiiiiit* yang paling irit, cuma 45 rebu rupiah perbulan pemirsa.
          Nah, ngomong-ngomong soal ujian nih pemirsa, ada 3 cerita yang agak berbau aneh mungkin, yang gak semua orang pernah ngalamin hal-hal kayak gini, kecuali orang yang agak nggak pinter dan males kayak yang nulis ini,hehehee. Okelah pemirsa, langsung cekidot ke topik pembicaraaaaaaaan. KEMBALI KE LAPTOP!!
          Langsung aja ya pemirsa, ternyata gak salah juga kalo Blog kesayangan gue ini gue kasi nama "Fikri Sleeper". Tanya kenapa-tanya kenapa???? Tau gak apa yang gue lakuin kalo gue lagi ujian dikelas dan kena syndrom "Speechleskologi"?? Mungkin sebelum gue ngejawab pertanyaan para pembaca, gue perlu ngejelasin ke pembaca sekalian apa itu sindrom "Speechleskologi". Sindrom Speechleskologi adalah semacam sindrom kimiawi yang sering menyerang para malesiawan dan malesiawati. Syndrome ini datang ketika para malesiawan dan malesiawati menjalani ujian tulis maupun lisan di dalem ruangan dan tentunya dijaga ketat oleh orang-orang yang sok gak pernah nyontek waktu masih jaman kuliahnya dulu *Ouups*. Dengan terkena sindrome Speechleskologi ini, sang penderita biasanya merasa kebingungan tentang apa yang akan dituliskan pada kertas kosong yang ada dihadapannya. Mereka bingung memilih huruf mana dari huruf A sampai Z, dan angka berapa dari 0 sampai 9 serta segala aksesorisnya yang layak nangkring dilembar jawaban ujiannya. Orang yang normal akan mengalami suatu kegugupan luar biasa, apalagi kalau melihat salah satu temannya telah menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu dan dengan gaya pamernya berjalan dengan cara menghentak-hentakkan kakinya ke lantai kelas waktu ngumpulin hasil jawabannya. Orang normal juga biasanya mempunyai reaksi-reaksi biologis pada tubuhnya: kadang tubuh sang penderita akan gemetar, telapak tangan berkeringat dan dingin, serta degup jantung yang meningkat. Nah, yang jadi pertanyaan besar adalah : APA YANG SLEEPER LAKUIN WAKTU TERKENA SINDROM SPEECHLESKOLOGI???? Jawabannya sudah bisa ditebak pemirsa, YAP!! mencari ilham dan jawaban di dalam mimpi. Lho???
          Pengalaman selanjutnya nih pemirsa, berangkat dari nasehat dosen Konstruksi Alat Ukur gue yang mayoritas mahasiswa Psikologi angkatan gue bilang kalo si dosen ini cantik abis, fashionable, dan usut punya usut, ternyata si dosen belum nikah alias masih single, beliau bilang kalo ngerjain tugas itu lebih baik di cicil  sedikit demi sedikit. Katanya sih layaknya peribahasa Jawa yang (kalo gak salah) berbunyi "Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit" atau peribahasa Inggris yang berbunyi "Alon-alon waton kelakon" atau (lagi) peribahasa yunani yang mengatakan bahwa "Witing trisno jalaran soko kulino" Loh? Ngawur!! Intinya simpel aja sih sebenernya, yaitu Mahasiswa dan seluruh pelajar di Indonesia tidak dianjurkan untuk menerapkan SKS dalam belajar. Kalian tau SKS? Yap! Sistem Kebut Semalam, atau lebih parah lagi, SKS adalah Sistem Kebut Sejam, atau Semenit mungkin??
          Parahnya nih pembaca, nasehat sang dosen cantik ternyata hanya bisa berlaku untuk orang normal. Kalian tau nggak sih apa alasan si Sleeper lebih memilih SKS daripada AAWK (Baca : Alon-Alon Waton Kelakon)? Alasannya adalah si Sleeper tidak mempunyai cukup konsentrasi ketika harus serius ngerjain tugas kalo gak ada suatu ancaman yang mengatakan bahwa BESOK PAGI TUGAK UDAH HARUS DIKUMPULIN. Dalam artian, kalo jadwal ngumpulin tugasnya masih lama, ternyata fesbuk sama twitter pengaruhnya jauh lebih besar daripada tugas. Nah loh, ini sebenernya kelainan genetik apa salah pergaulan sih??
          Sudah. Itu dulu pemirsa, intinya adalah gue sekarang udah kembali ke dunia blog gue, udah kagak ngglutek di dunia tugas kuliah lagi. Seandaenya disuruh ngomong nih, seberapa tinggu kejenuhan gue ngadepin semester 4 ini, gue bakalan tanya balik sama si penanya, emang patokan mentok paling tinggi berapa? Itulah yang gue pilih. Hikmah yang bisa gue ambil neh pemirsa, bahwa Tuhan nggak akan ngasi cobaan pada hambaNya melebihi kemampuan yang dimiliki hamba tersebut. Terbukti kan, saat gue berada di titik jenuh paling tinggi, Tuhan menyudahi cobaanNya (Baca : Tugas Kuliah). Okelah, semoga di semester 4 ini gue dapet ending yang bagus, sperti yang gue dan ortu gue inginkan pastinya, soalnya (gue kasih bocoran nih) semester kemaren, ending semesteran gue lumayan tidak diharapkan pemirsa, semoga gak terulang lagi ya... Amiiiiiin.

Bawang Merah dan Bawang Putih episode 1

          Gue punya adek, namanya Anwar. Gue berani taruhan, siapa aja yang tau tentang gue sama adek gue, pasti gak akan percaya kalo dia adek gue. Percaya pun mungkin orang itu bakalan bilang kalo gue sama adek gue itu terbilang "Bainas Sama' Was Sumur". Dalam artian, adek gue sebagai "Sama'"nya, dan gue sebagai "Sumur"nya. Sebagai Sama', pastinya dia punya banyak banget kelebihan dan kebaikan yang disandang daripada sumur. Kalo ibarat film bawang merah dan bawang putih, gue udah pasti jadi bawang merah dan adek gue jadi bawang putihnya. Duh, ngenes banget kan gue ..
Kenyataan kalo adek gue bisa disebut sebagai bawang putih adalah bisa dilihat dari kebiasaannya sehari-hari, yaitu B-E-L-A-J-A-R. Kata yang asing banget di telinga gue, atau bahkan gue jadiin momok dalam keseharian gue, (karena yang biasa gue baca adalah Twitter, Facebook sama Blog gue, hehee). Gak peduli pagi, siang, sore atau malem, kalo ada waktu luang, si adek selalu aja gak pernah absen sama yang namanya buku pelajaran. Kalo gue lagi sirik sama dia, gue bakalan bilang gini: "Makan tuh buku. Atau sekalian aja dijadiin pacar!".
          Kenyataannya juga, adek gue lebih alim dan lebih rajin beribadah daripada gue. Gue sukanya mengulur-ulur waktu buat sekedar sholat 5 waktu, tapi adek gue? Denger adzan aja langsung berhenti belajar, ambil air wudlu dan berangkat kemasjid, padahal gue enak-enakan sholat bentar dikamar. Pernah gue bertanya ke dia soal pentingnya pendidikan (baca:sekolah) daripada pondok (karena dia mondok dipesantren). Dengan nada yang sangat amat mantap sekali, dia jawab gini "Jelas penting pondok lah mbak!". Saat itu juga gue langsung protes, dengan nada menggebu-gebu, gue langsung bilang "Ya lihat situasi dan kondisi lah dek, kadang pondok itu emang harus diutamakan, tapi ya ada waktu dimana kita harus ngedahuluin urusan pendidikan dulu. Sebelum menilai, lihat dulu siyuasi dan kondisinya seperti apa. Contohnya gini, kamu sekarang sibuk dengan ujian pondok, tapi kamu sekarang juga lagi sibuk dengan Ujian Nasional. Ujian pondok bisa nyusul, tapi kalo UN? emang boleh ditunda? Lagian UN juga cuma sekali tok abis itu udah". Setelah panjang lebar gue ceramah, dengan santai sang adek njawab "Udahlah mbak, penting semua kok!". Dan bisa ditebak, seketika itu juga gue langsung sewot "Pokoknya lihat sikon dulu. huh!!". Tau gue sewot, adek gue malah ngomporin gue sambil ngatain gue kalo gue ini adalah manusia yang telah terkontaminasi oleh virus kaum kapitalis. Dan seketika itu gue langsung bungkam.
          Urusan narsis nih, si adek paling anti sama yang namanya difoto. Kecuali foto KTP, SIM, dan KTM tentunya. Sedangkan gue? Foto gue difolder laptop sampe banjir bertumpah ruah (baca:nyampah). Sering banget gue pengen foto sama adek gue yang satu ini, tapi keinginan gue gak pernah dikabulin. Pernah suatu ketika gue nyolong foto sama dia, eh begitu ketahuan, camera yang gue pegang langung dirampas dan foto dia langsung dia DELETE!.
          Bukan itu saja sebenernya, urusan fisikpun gue sama sang adek jauh beda, adek gue orangnya tinggi (layaknya tinggi rata-rata cowok Indonesia), kurus dan item (hehee), sedangkan gue cukup pendek kalo dibandingin sama dia, gue subur, dan gue bisa dibilang putih. Nah lo!!
          Perbedaan yang gue dan adek gue miliki ternyata gak berhenti disitu pemirsa. Bahkan untuk urusan makanan, gue sama adek gue jauh beda. Adek gue suka kentang, gue amit-amit gak suka sama sekali, Gue suka pedes, adek gue yang nggak suka pedes. Gue suka wisata kuliner sambil ngemil gak ada hentinya, adek gue malah dengan santai bilang gini: "Masih banyak yang lebih penting daripada ini mbak!!".
          Dan lagi-lagi gue kena SKAKMAT!!

Menlai orang harus dari segi apa?

foto ini gw ambil dari foto2 temen gw difesbuk.
          kalo ada yang nanyain gue darimana gue harus menilai orang, gue akan jawab dari hatinya. karena itu adalah suatu keharusan. Naha kalo ada yang nanya biasanya gue menilai orang dari segi mananya, itu yang gue bingungkan. Sebenernya bukan masalah bingung sama enggaknya sih, lebih karena gue sadar kalo proses penilaian yang biasanya gue gunakan itu gak selalu bener dan semacam yang seharusnya gak gue gunakan. Gampangnya gue nilai orang itu semacam model 'semau gue' dan 'tergantung mood', huh??
          Gue kadang-kadang nilai orang dari cara mereka menyapa sohibnya dijalan. Entah itu shohib yang 'sohib banget' ato sekedar sohib sebatas 'say hello' aja. Cara nyapa pun ada banyak versinya saudara-saudara sekalian. Orang yang nyapa sohibnya dengan cara tersenyum dan menganggukkan kepala, mendandakan bahwa orang itu bertipe pendiem, gak banyak tingkah dan terkesan culun (ehh). Tapi bisa jadi juga kalo orang yang disapa itu adalah orang yang sangat dihormati, hehee. Artinya, semakin dalam tundukannya, semakin dalem juga keculunan atau kebijaksanaan orang yang disapa. Nah kalo orang yang bertipe sebaliknya, cara nyapanya juga berbeda sob, kalo yang tadi mengayunkan kepala kearah depan dan sedikit menunduk, yang sekarang orang yang justru mengayunkan atau lebih tepatnya menggerakkan kepalanya keatas dengan tujuan menyapa orang yang ditemuin. Orang dengan ciri-ciri ini menurut gue adalah orang yang sombong atau agak sombong lah. Bukan sombong aja sih, kadang orang tersebut termasuk orang yang asyik diajak ngomong alias cerewet, friendly, atau bahkan orang yang urakan. Nah pemirsa, anda termasuk yang mana nih? Kalo penulis sih termasuk pada orang-orang yang bertipe 2. Em.... tapi juga bisa bertipe satu kok kalo yang disapa adalah orang yang sangat dihormati. Yang jelas lihat-lihat kondisi lah..
           Kadang (juga) gue nilai orang itu dari segi penampilan luarnya. Ya seperti yang udah gue sebutin diatas tadi, tergantung mood gue mau nilai orang dari segi mana aja yang gue mau. Kalian tau gak apa yang patut dinilai dari segi luarnya? Yap!! Kebersihan. Nah buat yang ini, gue agak jijik kalo ada orang yang gak mau bersihan, ya paling enggak kan orang itu harus ngejaga kebersihan diri sendiri dulu. Gak apa-apa lah ya mungkin kalo ada orang yang gak rapi, asal yang penting adalah bersih. Tau gak sih, orang yang gak mau ngejaga kebersihan dirinya itu cenderung mempunyai pribadi yang acak-adut dan kurang bisa ngehargain diri sendiri? Lah kalo dirinya sendiri aja gak mau menghargai, gimana bisa ngehargain orang lain coba? Em maksud gue, dengan ngejaga kebersihan kan berarti kita udah menghargai diri kita ini sebagai makhluk yang berharga, bukan sebagai sesuatu yang tak berguna. Sekali lagi itu menurut gue sih pemirsa, setiap orang kan mempunyai pendapat sendiri-sendiri, dan setiap pendapat itu tentunya juga mempunyai alasan yang melatar belakanginya, so gak usah marah ya kalo ada salah satu dari pembaca yang gak suka cara gue mandang seseorang.
         Bukan itu aja, kadang gue menilai orang juga dari cara bicaranya pemirsa. Orang yang pendiem dan sedikit culun akan cenderung gak banyak omong dan suaranyapun lirih. Lirih banget ampe kadang-kadang gak kedengeran kalo mereka lagi ngomong. Buat orang yang ketus dan sedikit sombong, biasanya mereka ngomongnya agak banyak dan bernada menyentak-nyentak. Tujuannya sih satu, mereka takut kalo-kalo sang pendengar gak paham dengan maksud dari apa yang disampaikannya. Nah yagn terakhir ini adalah orang yang bisa disebut dengan orang yang ceria dan cerewet. Ciri-cirinya? Suara mereka biasanya cempreng dengan intonasi yang sangat cepat dan biasanya bersuara agak bersifat 'Loudspeaker'. 
So, termasuk orang yang bagaimanakah anda??