Global Var

Lagi, dan Lagi

Lagi,
Aku tak berkesempatan memilin indahnya senja. Aku tak berkesempatan tersenyum pada sinar kemerahannya. Tak ada lagi senja yang menghangatkan, siang yang menyengat, atau pagi yang menggairahkan. Semua berkabung layu, termakan kecemburuan gerimis yang membuta. Semalam, aku telah menyiapkan berpuluh tenaga unutuk menyambut pagi, dan puluhan lainnya untuk mendekap senja. Tapi ternyata, gerimis terlanjur menengok kebelakang. Dan pagipun pecah, senjapun menggelantung.

Lagi,
Aku hanya mampu memandang jejarum yang jatuh meruncing tanpa bisa menemukan total butirannya. Sajak cinta berkata, "Jika kau ingin tahu seberapa banyak rasa cintaku kepadamu, keluarlah, dan hitunglah rintik demi rintik air di luar sana. Maka kau akan tahu, sebanyak itulah aku mencintaimu". Tapi aku tak sedang terundung cinta, aku tak sedang terselimuti sayang. Maka dari itu, aku ingin meneguknya, sedikit saja.

Lagi,
Aku hanya mencinta pada suasana. Aku juga hanya membenci suasana. Aku tak mencinta lelaki yang memiliki kosa kata semanis madu. Aku tak menyayangi lelaki yang mempunyai tatapan yang mematikan. Aku sedang terpikat oleh keharuman senja. Dan aku hanya terundung duka oleh datangnya gerimis yang datang menyela. 

Lagi,
Dan hanya lagi. Rasa rindu itu menyeruak. Tanpa objek dan tujuan. Entah dari sudut mana kerinduan itu menyergap. Mungkin dari sela tetesan air yang tak begitu kerap. Aku tak bisa melihatnya. Aku benci pada rintik hujan, selalu mendatangkan rindu tanpa mendatangkan labuhan. Aku benci pada hujan, selalu mendatangkan tangis tanpa membawa serta sapu tangan. Aku benci kepada hujan, selalu mengirimkan sedih tanpa menyiapkan sandaran.

Lagi,
Lagi,
Lagi, aku meratapi kesendirian.

Tarian Ilusi

Bolehkah kusuguhkan segaris senyum tipis untuk malam ini? Jika boleh, aku akan meraciknya dengan ramuan-ramuan keindahan. Bukankah lezat dipandang mata jika bahan-bahan adonan dari senyuman itu adalah suatu keindahan? Kalian tau keindahan? Jika kalian merasa ringan dan melayang, itulah indah. Jika tanpa sadar bibir tipismu tertarik dengan indah, itulah kebahagiaan.


Boleh kusuguhkan segelas cinta untuk malam ini? Entah mengapa, banyak bintang gemintang yang melambaikan sayapnya kepadaku. Mereka siap untuk kutata bagai manik yang mempercantik suasana hati. Hei, lihat kebeningan cinta yang telah kusaring dengan teliti. Begitu bening bukan? Begitu segar bukan? Air mana yang akan bisa menyami kesegaran air ini? Air mana? Dan tunjukkan kepadaku.

Aku membuka mata. Ada cahaya-cahaya mbandel menelisik sela-sela  bulu mata. Menggelikan. Sedetik-dua detik, akalku kembali membawa informasi dari kenyataan. Adalah cahaya mentari yang sedari tadi hangat melingkupi. Adalah mentari pagi yang pelan membelai pori-pori kulit tipis. Tak ada segaris senyum dimalam hari, juga segelas cinta.

Aku menangis, ya?

Aku pernah menangis. Meratapi jalan yang ditakdirkanNya untukku. Aku pernah menangis, atas dasar rasa sakit yang telah diputuskanNya untukku. Aku pernah menangis, karena kesakitan akan tonjolan-tonjolan aspal yang dibangunNya untukku. Aku pernah menangis akan itu.

Aku pernah meruntuk, akan rasa ketidakpuasan terhadap apa yang telah Dia berikan kepadaku. Aku pernah meruntuk, atas dasar suara protes dengan rasa ketidakadilan yang ditimpakanNya kepadaku. Aku pernah meruntuk akan itu.

Seperti saat ini. Bentuk senyum apa lagi yang perlu kupalsukan? Bentuk tenang yang bagaimana lagi yang harus aku wejangkan? Dan bentuk datar apalagi yang harus kujadikan sumbatan pada lobang?

Aku pernah berargumen tanpa malu di depan manusia-manusiaMu, jika kepadaku, Kau bersikap tak adil. Ah, terkutuklah aku. Aku pernah merasa iri akan panduman-panduman yang telah Kau tetapkan pada manusia-manusiaMu. Ah, berdosalah aku.

Hai kalian. Jika aku menangis, jika aku meruntuk, jika aku mengajukan protes, kalian akan tetap buta, kan? Hanya Dia yang tak tuli meskipun belum saatnya merembeskan embun sesejuk udara pagi.

Hai Kau. Iya, kan?

Hai, Langit. Tulikah Dirimu?

Apakah yang sedang kau rasakan, langit? Haru atau sedihkah dirimu? Mengapa kau selalu tersedu ketika senja memelukku? Tak cukupkah kau lega jikalau sukmaku lebih sakit daripada hatimu? Cemburukah kau jika aku selalu ingin bercumbu dengan bumbungan senja yang akan lekas membiru?



ilustrasi foto: http://ladangkata.com
        Sudahlah, Langit. Hentikan sedu sedanmu. Kau tahu? Aku telah terlalu bosan mendengar suara keras genderang yang kau dendangkan bertalu-talu. Terkadang iringan musikmu memang terdengar syahdu, tapi pilu dan nyilu jika terangkum dalam kalbu. Sudahlah Langit. Bukan iringanmu yang tak kumau, tapi lirik nyanyianmu yang membuatku tak mampu untuk sendiri membendung perasaan rindu.

        Hai, Langit. Kau tahu? Disetiap kesunyian malamku, aku selalu terhantui oleh isakan-isakan  tangis tipis yang selalu mengambang dalam remangan kabut. Jika aku bisa, akan kutepis dengan hantaman pintu kamarku. Tapi aku tak pernah bisa. Isakan itu akan dengan paksa menyusup di sela-sela lubang ventilasi kamar kumuhku. Hai, Langit, akankah kau tambahkan lagi beban di bahuku?

        Oh Langit. Mengapa kau tetap tersedu? Sesekali, aku ingin sejenak menikmati nyanyian senja yang membangkitkan gairah indah nan syahdu. Senja tak sepertimu, Langit. Dia hangat memelukku, tak pernah mencampakkanku dalam kedinginan dan kekakuan layaknya dirimu. Hai langit, aku rindu dengan senja yang memerah berkilauan. Aku rindu akan nyanyian-nyanyiannya. Oh Langit, aku akan lupa dengan sosok senja jika kau selalu mencurinya dari balik hangat pelukku.

        Kau, Langit. Kau adalah pencemburu. Selalu hadir dalam spasi kosong antara aku dan senjaku. Kau hanya bisa menghadirkan tangis. Kau, Langit. Senangkah kau jika aku ikut tersedu disampingmu kini? Hai, Langit. Kau tak mencintaiku lagi, kan? Jika tidak, aku tak mau lagi bernyanyi bersamamu. Menyanyilah sediri. Wakilkan tangisku, sampaikan pada senjaku, bahwa rinduku telah berujung pada hempasan pilu.

Antara Sedih Dan Marah

        Ada yang tahu definisi dari sedih? Ada yang berkata bahwa sedih itu sama dengan cinta, tidak bisa di deskripsikan, tapi bisa di rasakan. Kata siapa? Kita bisa saja mendeskripsikan apapun, tak terkecuali rasa sedih atau cinta yang sering melanda diri kita. Tentunya hal itu sangat tergantung dengan kepintaran kita dalam menuangkannya dalam kata atau kalimat. So, apa itu sedih? 

Menurut saya, sedih adalah suatu perasaan dimana kita merasakan suatu yang tak enak dan berefek melemahkan kemampuan maupun minat kita terhadap sesuatu.
        Sedih, jelas berbeda dengan marah. Meskipun marah juga merupakan suatu rasa yang tidak enak, tapi merah justru membangkitkan tenaga dan menguatkan kemampuan dan minat terhadap sesuatu yang dimarahi.  Misalnya marah karena dihianati teman atau semacamnya, biasanya rasa yang melanda kita akan menimbulkan efek yang berupa keinginan kita untuk melakukan kekerasan pada objek kemarahan kita. Dampaknya jelas bisa berupa fisik juga. Orang yang dilingkupi rasa marah biasanya akan memiliki asupan tenaga yang berlebih. Yang biasanya tidak kuat menendang pintu misalnya, orang yang sedang marah akan dengan brutal mendobrak sebuah pintu yang terkuncio rapat.

        Sedangkan orang dengan perasaan sedih, mereka justru akan kehilangan tenaga karena adanya suatu yang tidak mereka inginkan tersebut. Contohnya saja orang yang sedang bersedih karena ditinggal oleh orang yang ia cintai, baik ditinggal mati atau semacamnya. Mereka akan kehilangan minat terhadap sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya, dan bahkan kemampuan fisiknya akan berkurang secara drastis. Biasanaya yang dirasakan adalah kelemasan tubuh dan tak adanya tenaga yang menyertai.

        Sedih dan marah terkadang tak bisa dibedakan karena satirnya yang terlalu tipis. Orang yang dihianati misalnya. Selain ia marah, tentunya ia juga sedih dan prihatin dengan nasibnya sendiri. Analisanya, ketika amarah yang mendominasi emosinya, maka marahlah yang akan dirasa. Biasanya setelah berhasil mencurahkan amarahnya, yang akan timbul dalam benaknya adalah rasa sedih. Tubuhnya akan melemas seketika setelah kemarahannya tersalurkan. Selain karena tenaganya yang telah terkuras, perasaan sedih juga telah melingkupi dirinya. 

          Nah, sampai dari sini, tau kan perbedaan deskripsi dari marah dan sedih? Orang yang baik dan bijaksana pasti juga akan merasakan perasaan sedih dan marah. Tapi hanya orang yang baik dan bijaksanalah yang akan bisa memanage perasaan sedih dan amarahnya dengan baik dan hanya disalurkan pada hal-hal yang positif. SEMANGAT!!

Saya boleh marah?

          Anda pernah marah? Ah, ya. Mungkin seharusnya saya tidak menanyakan hal-hal yang telah pasti. Lebih baik, saya membuat pernyataan saja. Di dunia ini, semua orang pernah mengalami keadaan yang sangat tidak enak, yaitu marah. Anda ingat ketika anda marah? Ketika anda marah, semua akan anda lihat sisi negatifnya. Semua terasa salah dan tidak pas di hati.

          Berhubung saya adalah manusia, maka saya juga pernah marah. Ah kurang pas rasanya. Saya bukan pernah marah, tapi sering marah. Pribadi-pribadi seperti saya adalah pribadi yang cepat marah, namun juga cepat berlalu. Secepat itu saya marah, maka secepat itu pula kemarahan saya hilang. Seperti saat ini, ketika marah yang saya rasa datangnya terlalu cepat, maka sesungguhnya saya hanya butuh menunggu waktu untuk keberlaluan kemarahan saya.

          Orang yang pemarah biasanya cenderung pendendam. Jawabannya ya! Saya adalah pribadi yang pendendam. Saya? Jelas tidak ada pengecualian untuk saya. Saya juga pendendam. Tapi saya konsisten, tepatnya mencoba untuk konsisten dengan sikap yang saya punya. Jika saya bisa dendam dengan sesuatu yang buruk, maka sesuatu yang baik pun akan saya dendami.

         Inti yang terkandung dalam kata dendam adalah membalas. Maka yang saya maksud dengan dendam diatas tidak selamanya keburukan yang dibalas dengan keburukan saja, melainkan juga termasuk membalas budi kepada orang yang telah berjasa kepada kita juga termasuk kategori balas dendam.

             Menurut saya, adalah suatu kebanggaan tersendiri ketika saya bisa membantu dan membalas kebaikan orang yang besikap baik, atau setidaknya tidak pernah berbuat buruk kepada saya. Dan menurut saya pula, adalah suatu kelegaan tersendiri ketika saya bisa membalas orang yang bersikap seenaknya sendiri kepada saya. Ah, saya pikir mereka memang perlu diberi pelajaran.

              Endingnya, saya berpikir bahwa sesekali, menjadi orang yang agresif dan jahat itu memang pelu. Tapi ingat, boleh menjadi orang jahat, asal baik hati.*

*Penulis sedang dalam keadaan mood yang sangat tidak baik. Mohon maaf jika ada salah kata atau semacamnya.

Edcur Bag 1

gambar: http://www.kaskus.co.id
          Sesekali saya ingin menceritakan kesan-kesan saya, keluh kesah saya, susah mudah saya dalam menulis artikel fiksi maupun non fiksi. Sempat ada salah satu teman yang berkata kepada saya bahwa ia mulai menulis karena terinspirasi dari tulisan-tuisan saya yang biasa saya share di akun jejaring sosial saya (semoga dia tak membual). FIkir teman saya, saya menulis selalu lancar, mudah dan tanpa hambatan. Karena yang dia tahu, dalam satu minggu, paling tidak saya memposting satu sampai tiga tulisan dalam blog saya atau blog forum kepenulisan yang saya tekuni, FLP.

          Mungkin posisi teman saya itu sama dengan posisi saya satu tahun yang lalu. Seorang pemula yang ingin benar-benar bisa menulis dan mempublikasikan tulisan yang saya buat. Sama, saat itu saya terinspirasi tulisan-tulisan teman saya yang bernada nyastra (sastra) yang juga sering diposting dalam jejaring sosialnya. Sedikit singgungan, saya terkagum-kagum dengan tulisannya, dan endingnya saya terkagum-kagum pula pada orangnya (curhat).

          Kembali ke laptop. Dalam menulis, banyak kenyataan-kenyataan pahit yang menghambat laju tulisan-tulisan yang saya buat. Jangan dikira menuliskan gagasan yang telah tersaji di otak itu gampang. Untuk orang setaraf saya, menulis jelas sangat susah, kecuali memang ada banyak aspek disekitar saya yang kesemuanya merupakan aspek positif yang membuat saya gampang untuk menulis.

          Contohnya ketika ada ide, dan otak saya sedang berpotensi untuk memikirkan hal yang menjangkau ide saya. Istilahnya sedang ada spasi untuk juga memikirkan kata apa yang akan saya ramu menjadi sajian lew]zat para pembaca. Yang kedua, ketika saya sedang galau segalau galaunya. Saya mengistilahkan keadaan ini sebagai galau produktif. Karena ketika saya galau dan sedih, tulisan-tulisan yang berbau sastra akan begitu saja teralirkan dari pencetan-pencetan jari saya di atas tuts-tuts keyboad saya.

          Sedangkan untuk waktu-waktu selain itu, seperti saat ini, meskipun banyak ide yang saya pendam dan belum sempat saya sampaikan dalam bentuk rangkaian kata dalam tulisan, tapi tulisan yang saya inginkan itu belum pernah berwujud. Karena apa? Jelas karena masalah-masalah di atas. Saya menulis ini hanya sebagai media untuk menggembleng saya agar tetap menulis bagaimanapun keadaannya, semampu saya. Mengingat ada suatu hal menarik yang dapat saya jadikan acuan untuk menjadi penulis, bahwa menulis itu seperti berenang. Jika ingin bisa berenang, usahanya ya harus nyemplung ke dalam air. Sama juga dengan menulis. Jika ingin bisa menulis, maka menulislah, dan berenanglah!

Leader yang Sip

Ilustrasi foto disadur dari http://www.linkedin.com
          Tidak ada lagi yang meragukan kesulitan menjadi leader atau pemimpin. Karena semua orang tahu, bagaimnapun juga pemimpin mempunyai tanggung jawab penuh atas apa atau siapa yang dipimpin. Jika ada yang berkeyakinan bahwa menjadi pemimpin itu mudah, maka dapat dipastikan adanya dua alasan. Yang pertama leader-leaderan atau pemimpin yang bukan pemimpin, dan yang kedua merupakan suatu penilaian atau subjektifitas seorang yang berskill tinggi tentang dunia kepemimpinan.

          Bagaimanapun, sesuai dengan tingkat kesulitannya, tentunya posisi pemimpin juga berada pada titik yang tinggi dan penting. Seorang pemimpin yang terampil dalam profesinya, maka, selain mempunyai banyak trik-trik untuk mengarahkan anggotanya, juga akan disenangi dan disegani oleh anggotanya tersebut. Mengapa? Karena mereka adalah pemimpin yang pemimpin. Istilahnya mereka adalah Leader yang Sip. Selain dirinya secara objek sebagai pemimpin, ia juga mempunyai jiwa kepemimpinan, dan sikap kepemimpinan yang baik. Maka tidak heran jika pemimpin yang baik akan gampang dihormati oleh anggotanya. Karena mereka memang pantas dan punya modal untuk dihormati.

          Semakin tinggi derajat seseorang, maka akan semakin tinggi pula cobaan seseorang. Jangan dikira tugas pemimpin hanya memimpin, membagi tugas, mengoprak-oprak atau mendorong anggotanya agar lekas menyelesaikan tugasnya masing-masing. Nyatanya jelas tidak seperti itu. Seorang pemimpin, adalah orang yang harus bertanggung jawab ketika anggotanya tidaak mampu menyelesaikan tugas yang sedang diembannya. Seorang pepimpin, adalah orang yang bertanggung jawab menumbuhkan semangat kerja anggota yang berada dibawah pimpinanya.

          Cobaan kedua adalah cobaan yang biasanya dapat digolongkan sebagai penyakitnya pemimpin. Apa lagi jika bukan sikap sombong dan sok berkuasa. Semakin tinggi dan canggih kedudukan seseorang, maka setan yang mengganggunya juga adalah setan yang telah bertaraf leader. Jangan dikira yang mampu mempengaruhi pemimpin adalah setan yang sama dengan setan yang mengganggu anggota. Dengan kekuasaannya, maka sering kali pemimpin bersikap sombong dan merasa menguasai anggotanya sehingga ia memperlakukan anggotanya sebagai pembantunya. Padahal tentu saja, hubungan antara pemimpin dan anggota tidak sama dengan hubungan antara majikan dan pembantunya.

          Dibalik kesulitan dan cobaan-cobaan itu, dapatlah kita gambarkan bahwa pemimpin membutuhkan skill atau kemampuan yang istimewa agar bisa menggerakkan hati anggotanya dalam memimpin. Selanjutnya, pemimpin harus mempunyai rasa percaya diri dan motivasi diri yang tinggi, karena sebagai penggerak, pemimpin juga berperan sebagai kaca bagi orang yang dipimpin. Gampangnya, anggota akan ikut merasakan atmosfir motivasi hasil cerminan dari orang yang menjadi pemimpin mereka.

          Dalam agama Islam disebutkan bahwa musuh terbesar kita adalah bukan orang lain, tapi adalah diri kita sendiri, nafsu kita, keinginan kita yang terkadang terlalu aneh, muluk-muluk dan tidak masuk akal. Dalam dunia kepemimpinan, maka seorang pemimpin dapat menggunakan keyakinan ini sebagai motivasi dirinya untuk tidak mengeluh dan tetap dalam kepercayayaan yang tinggi. Dari sini juga dapat kita pelajari bahwa sesulit-sulitnya mengatur orang lain, masih lebih sulit mengatur dan mengendalikan diri sendiri.

          Maka, ketika kita telah merasa bisa mengendalikan diri sendiri, jangan takut jika harus menjadikan diri sebagai pemimpin. Asal mempunyai material-material yang menjadi syarat untuk menjadi Leader yang Sip.

Kesalahan Persepsi terhadap Paham Emosi



Paham yang berkembang dalam khalayak umum adalah bahwa emosi itu adalah kata lain atai sinonim dari marah. Jika anda telah berani berbicara dan berkoar-koar tentang emosi, maka sekarang yang menjadi pertanyaan besar adalah: Apakah anda yakin dengan kebenaran ucapan anda? Nah, bagi manusia-manusia yang sering membicarakan ‘emosi’ tapi tidak tahu dan tidak paham dengan apa yang sebenarnya disebut emosi itu sendiri, silahkan baca ulasan berikut ini.

“Dia termakan emosi sehingga tanpa sadar, ia memporakporandakan seisi ruangan.” Atau “Aku sedang emosi (marah) saat ini. Jangan mendekat atau aku akan memukulmu.” Kata-kata diatas kerap dilontarkan ketika kita atau orang disekitar kita sedang dalam keadaan marah. Dari kata-kata diatas jelas dapat dipahami bahwa yang dimaksud kata emosi adalah rasa marah itu sendiri. Padahal dalam konteks kebenarannya, pengertian dari emosi itu tidaklah sesederhana itu. Siapa sangka jika bahagia juga bentuk dari emosi? Siapa sangka jika cinta juga salah satu bagian dari emosi itu sendiri? Lalu, mengapa tidak ada yang merangkai kata seperti ini misalnya: “Aku emosi kepadamu. Maukah kau menikah denganku?” Terdengar sungguh menggelikan bukan? Itulah bukti nyata betapa kita salah kaprah dalam mempersepsikan kata emosi.

Kurang lebih, pengertian emosi adalah suatu perasaan dalam diri manusia yang telah mencapai puncak dari perasaan itu sendiri. Karena pencapaiannya yang telah terlalu tinggi, biasanya emosi ini melibatkan campur tangan dan perubahan fisik nyata dari diri manusia. Suatu perasaan (afeksi) yang tanpa menimbulkan perubahan dalam fisik si empunya perasaan tentu tidak termasuk dalam kategori emosi. Dengan kata lain, emosi adalah suatu kelanjutan perasaan yang berada di atas afeksi. Afeksi yang telah mencapai puncaknya istilah sederhananya. Maka dari itu, afeksi juga emosi ini tidak hanya berbentuk amarah saja.

Melihat dari sisi afeksi atau perasaan itu sendiri, seperti yang kita ketauhi, ada banyak macamnya, antara lain perasaan marah, perasaan cinta, perasaan bahagia, perasaan sedih, perasaan takut, perasaan malu, dan perasaan-perasaan yang lainnya. 

Yang pertama adalah emosi marah. Orang yang sedang berada dalam keadaan marah, keadaannya tersebut dapat dikatakan sebagai suatu emosi jika dalam perasaan marah tersebut telah ada campurtangan fisik yang menyertainya. Misalnya dalam marah, wajahnya memerah, tangannya keras mengepal, dadanya sesak, kekuatan fisiknya bertambah, dan sebagainya.

Begitu juga dengan perasaan cinta. Disini kita dapat menamakan cinta yang belum mencapai taraf emosi sebagai rasa suka atau rasa simpati. Jika suka atau simpati kepada lawan jenis misalnya, maka kita akan sebatas senang bertemu dengan orang yang kita suka tanpa adanya ciri-ciri yang lebih nyata dan spesifik. Tapi jika telah mecapai emosi dari cinta, maka ketika kita bertemu dengan orang yang kita cintai, mungkin jantung kita akan berpacu 2-3 kali lipat dari keadaan normal, salah mengambil langkah (salting), dan mungkin pada akhirnya akan menimbulkan emosi-emosi yang berkaitan seperti malu yang ditandai dengan muka memerah, emosi bahagia yang ditandai dengan wajah berseri dan ingin berteriak dan meloncat misalnya.

Dari paparan di atas sepertinya telah dituturkan secara lugas bahwa emosi itu sifatnya general. Dan spesifikasi dari emosi itu sendiri dapat berupa emosi cinta, malu, marah, bahagia, sedih, dan lain sebagainya.

Tentang Aku



Pemilik nama pena Illuvy S. Kayami ini bernama asli Harirotul Fikri, mahasiswa jurusan Psikologi UIN Maliki Malang angkatan tahun 2010. Perempuan yang akrab disapa dengan nama Fikri ini berdomisili asli Malang dan dilahirkan pada tanggal 18 November 1991. Cita-citanya adalah menjadi Psikolog yang nyambi nulis. Ia mengawali menulis dengan memposting artikel, cerpen dan tulisan-tulisan lainnya di blog.

Sewaktu kecil, Sleeping -demikian penulis ini dipanggil sebagian teman-teman SMPnya karena sering tidur di kelas- menempuh pendidikan dasar atau SD di SDN Blayu II, SMP di MTsN Malang III, serta menempuh jenjang SMA di SMKN 1 Turen yang kesemuanya terletak di daerah Kabupaten Malang, hingga sekarang ia masih menempuh jenjang pendidikan S1 di UIN Maliki Malang.

Minatnya terhadap dunia tulis menulis bermula pada saat kelas 3 SMP dan mulai mencoba menulis novel pada saat itu. Setelah vakum menulis selama 2 tahun (kelas 2&3 SMA), ia kembali menulis cerpen, artikel serta tulisan-tulisan bebas yang kemudian diposting di blog pribadinya. Impiannya adalah menjadi seorang penulis yang produktif dan dapat mengirim tulisan-tulisannya ke media massa.

Pada saat ini, ia sedang sibuk menggeluti bakat dan minatnya dalam dunia tulis menulis di FLP Ranting UIN Malang dan mencoba aktif di dalamnya. Tulisan-tulisannya dapat dilihat di www.fikrisleeper.blogspot.com atau www.fikrisleeper.tumblr.com. Ia bisa dijumpai melalui akun facebooknya  di http://www.facebook.com/harirotul.fikri, di akun twitternya @NengFikri atau melalui email nona.fikri@gmail.com.

Bahkan untuk membuat judulpun, aku tak bisa

Ah, aku selalu kecanduan untuk mengungkapkan isi hatiku melalui tulisan. Menggunakan rangkaian huruf-huruf, angka serta aksesorisnya yang aku pinjam dari guru SD-ku, sembilan tahun yang lalu. Huruf-huruf itu, aku memujanya dan kusebut serta kurangkai berhari-hari. Hanya untuk satu tujuan; untuk meneriakkan golak hati yang tak sempat terkatakan, untuk mecurahkan maksud pikiran yang tak pantas tersalurkan oleh lidah yang meruncing.

Tapi apa? Aku tak menghasilkan satupun tulisan yang aku ingini. Pikiranku selalu berkecamuk dengan bahan-bahan adonan yang akan kucetak dalam rangkaian kata, tapi tak jua tertuang. "Mungkin salurannya tersumbat," kata salah satu sudut pikirku. Oh, aku meradang.

Tak cukup satu atau dua kali saja. Tanganku menari-nari diatas tuts-tuts keyboard PC-ku dan berakhir dengan tekanan lama pada tombol Backspace atau Delete. Ah, ada apa denganku? Aku ingin menulis seperti biasanya, namun aku telah ditinggal oleh kata-kata yang kerap kugunakan untuk mengungkap rasa. Aku ingin menulis, untuk sekedar kujadikan sebagai media terapi hati dan fikiran ketika terapi-terapi lain sungguh telah tidak efektif untuk mengorek suasana hati.

Disuatu kesempatan, seperti saat ini, aku mencoba untuk melupakan tombol backspace atau delete. Kubuat rangkaian psikomotorku lupa dengan dua tuts itu, tapi justru otakku yang berbicara. Meneriakiku seperti orang gila. Ah, tulisan macam apa ini? Sungguh monoton dan tak berguna. Maksudku untuk menuliskan ini, tapi mengapa yang keluar justru ini? Oh, aku menyerah.

Kututup paksa keinginanku untuk menulis dengan otak, dan akhirnya terangkailah tulisan ini dengan hati. Karna menulis juga bisa kita pusatkan dari hati. Tinggalkan otak sejenak jika memang merasa jenuh, dan berselingkuhlah dengan hati.
Lihat sayang,
Cinta yang aku inginkan adalah cinta sehangat sinar jingga senja; Membentuk garis memanjang melewati bilik-bilik kecil rajutan bambu. Mengerlip dengan bantuan angin dan ilalang yang bergoyang diluar sana. Sinarnya lembut; tak sepanas terik, juga tak sebergairah dhuha. Mereka tak memanggang, namun menyelimuti. Sayang, siapa yang tak menyukai senja? Karna senja memang ada untuk dikagumi.

Lihat sayang,
Aku ingin tegak berdiri berdampingan denganmu layaknya ilalang itu. Kelihatannya mereka selalu bahagia bukan, sayang? Kita menari bersama, berdansa dengan irama alami diiringi dengan musik dedaunan yang menelisik. Sesekali kita bersentuhan dengan bantuan angin. Bukankah itu indah dan menggetarkan jiwa, sayang?

Lihat sayang,
Lihatlah gumpalan-gumpalan putih yang beterbangan diatas kita. Buliran kapas-kapas itu, aku ingin seperti mereka sayang. Lepas dari sarangnya, dan beterbangan dengan suka cita; kapas jiwaku, dan kapas jiwamu. Mereka putih sayang; tak ada dendam atau noda yang sengaja disembunyikan. Mereka sedikit transparan dengan ketipisannya. Artinya mereka jujur pada pasangannya.

Lihat sayang,
Dua gumpal arakan awan jauh di atas sana. Tak ada yang lebih aku ingini selain bermain disana bersamamu. Kata roman percintaan, disana ada kayangan, tempat yang cocok untuk memadu cinta, menjalin kasih, dan berbagi rasa. Tempat yang cocok untukku dan untukmu yang sedang termakan oleh raksasa bernama indah: Cinta.

Lihat sayang,
Amati dan rasakan. Betapa romantisnya alam di sekitar kita. Mereka berpadu untuk membuat sedikit sunggingan pada bibir kita. Mereka membentuk suatu pentas roman asmara untuk menguatkan hati kita. Lihat sayang, mereka ada untuk terus mengingatkan, jika kita bisa belajar dari keterpaduan mereka.

Ya, mereka memang indah sayang,
Marilah, genggam tanganku dan tuntun aku untuk menyentuh dan belajar setia kepada mereka ..

Definisi Kata BODOH

Bodoh bukan masalah otak dalam pengolahan kognisi atau rendahnya IQ (Intelligence Quotient) yang biasanya kerap ditandai dengan rendahnya kemampuan individu dalam berfikir dan melanar sesuatu. Bodoh bukan masalah rendahnya nilai dalam suatu pelajaran atau ujian. Bodoh juga bukan masalah kemampuan seorang individu menangkap dan mengartikan stimulus yang masuk pada dirinya, bodoh bukan berjalan pada lingkup-lingkup tersebut.

Dalam ranah ilmu Psikologi, tidak ada istilah bodoh untuk menggambarkan kasus-kasus yang telah tersebutkan diatas. Artinya, mereka bukan penyandang predikat bodoh, tapi mereka adalah seseorang yang memiliki kemampuan dibawah standar atau di bawah rata-rata. Hal ini menunjukkan adanya penghargaan kepada harkat dan martabat manusia.

Kita jelaskan dengan contoh. Si A, adalah orang yang memperoleh nilai dibawah standar minimal kelulusan, sehingga ia sering harus mengulang mata kuliah yang telah gagal ia tempuh nilainya. Dalam diskusi kelas, ia sering merasa kesulitan dalam menangkap maksud dari presentator dan sulit mencerna materi untuk diasosiasikan dan dikembangkan sendiri. Tapi si A mempunyai sifat dan sikap 'menerima' informasi yang ditujukan kepadanya. Ketika ia salah dalam mempersepsikan sesuatu dan ada yang mengkritik serta mengkoreksi persepsinya, ia bersikap terbuka dalam menerima sesuatu yang memang belum diketahuinya. Dalam dirinya, terdapat suatu sikap kesadaran akan ketidakmampuannya dalam mempersepsikan sesuatu, sehingga menjadikan masukan, kritikan dan koreksi sebagai alat untuk berbenah diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari yang sebalumnya.

Sedangkan si B, mempunyai kemampuan yang sama dengan si A soal kognisi, tapi mempunyai sikap yang berseberangan dengan si A. Istilah yang sering kita pergunakan untuk kasus seperti ini adalah sombong dan gengsi dalam menerima ilmu. Si B, dalam menganggap kritikan, masukan serta koreksi sebagai suatu pelecehan serta hinaan dari seseorang akan kemampuannya. Ia sering memaksakan opininya meskipun terkadang ia sendiri mengerti akan kesalahannya. Ia sadar jika ia tidak mampu, tetapi bersikap tertutup terhadap 'kebenaran' yang datang datang dari luar. Lebih parah lagi jika ia tidak sadar akan kekurangannya.

merujuk pada kedua contoh subjek di atas, maka manakah orang yang disebut bodoh, dan manakah orang yang disebut sebagai mempunyai kemampuan di bawah rata-rata? Ya. Orang yang dapat dikategorikan sebagai orang yang bodoh adalah si B, yang bersifat 'tertutup' terhadap kebenaran. Dari paparan di atas juga dapat kita petik pengertian bahwa sikap yang ditunjukkan oleh si B adalah suatu bentuk pembodohan pada diri sendiri.

Orang jawa, sering menamakan sikap ini sebagai sikap  "Goblok di mes". Goblok: Bodoh, Mes: Pupuk. Artinya, memupuk kebodohan. Jika tujuan dalam belajar adalah membunuh ketidak tahuan, maka sikap seperti ini justru memelihara bahkan memupuk ketidaktahuan. Si A, memandang sesuatu dari segi positifnya, sedangkan si B, memandang sesuatu dari segi negatifnya.

Pilihan ada di tangan setiap individu dalam menjalani kehidupannya, tak terkecuali dalam hal ini. Semua tindakan akan menimbulkan konsekuensi sendiri-sendiri. Pertimbangkan dahulu apa yang menjadi sisi negatif dan positif dari tindakan yang akan kita lakukan, dan lakukan apa yang anda pilih sesuai dengan planning yang sudah dirancang sebelumnya.

Mengembangkan Konsep Terapi Self-Talk dalam Kehidupan Sehari-hari



Dalam ilmu psikologi, terdapat salah satu jenis terapi yang dinamakan sebagai CBT (Cognitive Behavior Therapy), yaitu terapi yang berpusat pada kognisi dan perilaku seseorang. Terapi kognisi-behavior ini merupakan terapi yang terlahir dari aliran behaviorisme yang dikombinasikan dengan aliran kognitif. Salah satu teknik terapi dalam CBT ini adalah terapi Self-Talk atau yang biasa kita kenal dengan berbicara kepada diri sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mempraktekkan metode Self-Talk ini tanpa mengetahui dan menyadari jika sebenarnya kita telah menggunakan metode-metode yang digunakan dalam dunia Psikologi. Sehingga sering pula kita menjalankan metode ini dengan praktek yang salah dan tanpa dilandasi dengan tujuan yang jelas.

Selain berfungsi sebagai penetralisir rasa cemas, terapi Self-Talk ini juga berfungsi untuk mempengaruhi tindak-tanduk sikap kita dalam menghadapi fenomena-fenomena yang tidak kita inginkan dalam keseharian kita. Ketika mengalami cemas di atas panggung misalnya, dengan berbicara positif terhadap diri kita sendiri, maka kita akan mendapat suatu kekuatan yang sebenarnya kita ciptakan sendiri.

Contoh konkrit dari Self-Talk ini adalah, semisal seseorang mengalami stress karena terlalu banyak tugas yang harus diselelsaikan, lalu orang tersebut berbicara sendiri kepada dirinya untuk meyakinkan kemampuannya. Misalnya: “Tugas mumemang banyak dan berat Ren (subjek bernama Renno), tapi kau harus yakin, jika kau terus berusaha untuk menyelesaikannya, pasti tugas ini akhirnya akan selesai juga. Semangat Ren, semakin giat melakukannya, maka tugasmu juga akan semakin cepat selesainya.”

Dalam kasus di atas, seseorang yang bernama Renno berbicara kepada dirinya sendiri, memaparkanapa sesuatu yang sedang mengganggu fikirannya dan member semangat serta meyakinkan diri akan kemampuannya. Contoh ini disebut sebagai Self-talk positif. Yang mana ketika hal ini berhasil, maka Renno akan mempunyai potensi untuk menjadikan dirinya semakin giat dalam mengerjakan tugas.

Begitu juga halnya jika bahan yang kita sampaikan kepada diri kita itu termasuk pada bahan-bahan pembicaraan yang bersikap negative. Misalnya; “Kamu terlalu lemah Ren, kamu tidak akan mampu menyelesaikan tugas sebanyak ini dengan waktu sesingkat ini. Jadi, jika kamu tidak mengerjakan karena tidak mampu, itu juga bukan merupakan salahmu, tapi salahd osenmu. ”Dalam opsi ini jelas akan berdampak pada sikap yang akan dilakukan oleh subjek. Jika bisikan ini berhasil, maka akan timbul sikap malas dan pesimis dalam diri subjek. Bukan hanya bagi subjek, mungkin juga akan timbul rasa tidak suka subjek pada dosen atau guru yang memberikan tugas yang sedang dikeluhkannya.

Hal ini dapat kita jadikan bukti sebagai penguat upaya yang pernah kita lakukan. Jika sebelumnya kita ragu terhadap sikap berbicara sendiri yang sering kita lakukan –karena tidak tahu dengan pasti teori atau kebenaran dari tindakan tersebut-, dengan mengetahui dan memahami hal ini, maka kita akan dapat melakukan sesifilterisasi sebelum melakukan Self-Talk.

Akhirnya, seperti yang telah kita ketahui bahwa sesuatu akan menjadi lebih bermakna jika sebelum melakukannya, individu mengetahui dahulu apa tujuan dari dilakukannya tindakan tersebut. Semakin jelas tujuan dari suatu tindakan, maka akan semakin mantap pula individu atau subjek dalam melangkah atau melakukan sesuatu.

Wallahu A’lam.