Global Var

BTB (Bukan Tulisan Biasa)


Berangkat dari gambar yang berisi tulisan diatas, saya seakan mendapat suatu tamparan. Bahwa menulis itu mempunyai makna, menulis itu punya arti, dan menulis itu punya tujuan. menulis tak hanya sukur menorehkan bolpoint atau memencet tombol dari berbagai macam huruf serta angka tanpa aturan, menulis bukan hanya suatu aktifitas yang hanya sekedar memerlukan suatu kerja motorik manusia. Tapi menulis butuh fikiran, menulis butuh hati, menulis butuh cinta, dan menulis butuh ketulusan.
Mengapa menulis butuh pikiran? Kalian tahu menjadi apa fikiran dalam diri kita? Ya, fikiran adalah raja diri kita. Raja yang mengatur apa yang harus kita lakukan, apa yang harus kita masukkan dalam otak, apa yang perlu dikeluarkan oleh otak, dan apa yang bisa disaring oleh otak. Fikiran tahu mana yang bagus dan mana yang jelek. Fikiran tahu mana yang masuk akal dan mana yang tak dapat dijangkau oleh akal, dan fikiran tahu bagaimana cara melakukan suatu hal.

Menulis butuh hati, kenapa? Karena menurut saya, hati berkedudukan sebagai penasihat dalam diri penulis. Bagaimana mungkin kita melakukan suatu tindakan yang didalamnya tak ada peran penasehat? Bagaimana jadinya jika kita menulis tanpa dampingan hati? Mungkin akan banyak perasaan yang terluka akan tulisan kita. Mungkin juga akan banyak yang menjuluki tulisan kita sebagai tulisan yang tak berguna, tak bermanfaat dan atau bahkan menyesatkan? Sepintar-pintarnya atau sehebat-hebatnya raja, bahkan masih membutuhkan seorang penasehat yang akan mengendalikan pikiran yang terkadang tidak punya batasan baik dan buruk, tidak punya batasan norma dan tidak punya batasan jangkauan.

Mengapa menulis butuh cinta? Bayangkan jika menulis adalah sesuatu yang anda cintai. Bagaimana perasaan anda ketika bertemu dengan sesuatu yang anda cintai? Bagaimana cara anda memperlakukan sesuatu yang anda cintai? Ada sebuah dalih tentang kebutaan cinta yang berbunyi "Barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka sesungguhnya ia adalah budak dari sesuatu yang dicintainya". Akankan seorang budak memberikan sesuatu yang tidak istimewa kepada majikannya? Akankah budak akan menyuguhkan sesuatu yang tidak enak dipandang atau dirasa kepada majikannya? Jawabannya singkat : TIDAK!

Menulis bututuh ketulusan. Mengapa? Tidak, mungkin bukan hanya ketulusan, tapi keridhoan. Kalian tahu apa perbedaan dan tingkatan kesabaran? Tingkatan-tingkatan tersebut dapat kita umpamakan sebagai berikut : Sabar adalah keadaan dimana kita ketika menerima suatu pukulan, kita diam tak merespon suatu apa, meskipun sebenarnya kita merasa jengkel misalnya, atau marah? Ikhlas adalah suatu keadaan dimana kita saat menerima pukulan, kita justru tersenyum pada si pemukul dengan tak ada rasa dongkol atau marah didalamnya. Diatasnya iklhas ada Ridho, adalah situasi dimana kita ketika menerima suatu pukulan, kita malah tersenyum dan meminta untuk kembali dipukul, karena senangnya mendapat pukulan pastinya*. Sekarang jika kita singkronkan dengan menulis. Kita akan merasa ingin terus menulis dan mengembangkan tulisan kita. Ibaratkan menulis adalah suatu cobaan, oraang yang ridho akan menginginkan untuk segera menerima 'cobaan' susulan setelah dapat menyelesaikan cobaan yang pertama, dan seterusnya.
Pada intinya adalah kembali pada satu topik awal bahwa fikiran, hati, cinta dan ketulusan yang kita torehkan bersama tinta tulis kita adalah suatu rangkaian yang akan mengantarkan tulisan kita menjadi suatu karya yang tidak akan mati ketika bahkan sang penulis telah mati berjuta tahun kemudian. Selain itu seperti tujuan awal dari suatu gamabar yang berisi tulisan diatas, bahwa tulisan yang kita tuju adalah suatu tulisan yang akan mengantarkan kita pada suatu kebahagiaan di akhirat kelak. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti ~ Ali bin Abi Thalib.