Global Var

Potret Mahasiswa Miskin

"Kau mau ini? Aku beri harga grosirlah buat kau. Kau kan langgananku. Tapi jangan bilang siapa-siapa ya?"
Anda merasa menjadi orang miskin? Atau merasa menjadi orang yang mata duitan? Jika iya, maka tidak menutup kemungkinan anda akan selalu terngiang-ngiang dengan kata-kata di atas seandainya ada seorang teman atau rekan kerja yang menyampaikan maksud pesan yang kurang lebih berbunyi seperti kalimat di atas. Apalagi jika di ikuti embel-embel menggiurkan seperti ini;
"Buat kau, tak apalah bayar kapan-kapan saja. Barang itu sudah aku pakai beberapa kali, tapi kondisi masih fit dan mulus. Daripada aku yang punya tapi tidak aku pakai, lebih baik kau beli sajalah. Aku tak menuntutmu untuk membayarnya kapan. Silahkan jika kau ingin membayarnya jika ada uang nanti."
Cess. Bagaikan kejatuhan anugerah. Terkadang mungkin anda berfikir jika tawaran itu berupa bantuan dari Tuhan yang Ia berikan melalui perantara orang tersebut. Saat itu, mungkin anda juga akan berfikir jika orang yang menawari anda 'barang' itu merupakan malaikat kiriman Tuhan untuk anda. Sedikit lebay memang, tapi siapa bisa menyana jika orang miskin dan orang mata duitan terkadang memang gampang diterbangkan, juga di lebaykan. Mereka mempunyai dua kesamaan yang sangat kontras, yakni mempunyai ketidakstabilan pengharapan.
Tapi, meskipun keduanya mempunyai banyak kesamaan, kali ini saya akan mencoba untuk membahas salah satunya, yaitu orang miskin. Atau lebih spesifiknya mahasiswa miskin. Nyatanya potret mahasiswa jauh dari hasil jepretan kamera-kamera sutradara yang tiap jam ditayangkan di dtasiun televisi kesayangan anda. Seperti yang telah kita ketahui, yang mereka sajikan hanyalah bentuk kemewahan dan proses berura-hura. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi pola pandang masyarakat awam, yang tidak tahu-menahu tentang dunia perkuliahan. Mereka -masyarakat awam- menerapkan doktrin bahwa mahasiswa itu pasti kaya. Jadi jika orang miskin seperti mereka, jelas tidak bisa mengenyam bangku kuliah.
Cukup. Berbicara tentang kehidupan sosial memang sulit di spesifikasi layaknya tujuan awal. Karena sifatnya yang kompleks dan saling berhubungan tentunya. Untuk menghindari kebiasan, maka saya hanya akan membahas inti dari tujuan saya menulis seperti yanag telah tertera pada contoh di atas.
Kembali kepada sabab-musabab mengapa mahasiswa miskin mempunyai pengharapan yan tidak stabil. Kita ketahui bahwa semua orang yang hidup normal tentunya berada pada misi yang sama, yaitu berusaha untuk melengkapi kebutuhannya. Orang miskin adalah orang yang tergolong sulit dalam memenuhi apa yang memang butuh dipenuhi tersebut. Jadi tidaklah menjadi suatu yang menghayalkan jika mereka -mahasiswa miskin- sedikit mengandalkan bantuan dari orang lain.
Akan tetapi seperti contoh di atas misalnya. Ketika setiap orang menyadari bahwa pengharapan orang miskin itu jauh lebih labil daripada orang kaya, maka cerdas pulalah orang yang menjadikan orang miskin sebagai sasaran empuk mereka. Karena mereka -orang borju- menyadari jika tawarannya akan mulus dan licin jika digelindingkan ke arah kemiskinan.
Tapi kepada anda yang merasa miskin, coba fikirkan terlebih dahulu aspek-aspek tersembunyi yang terkadang memang sengaja disembunyikan oleh orang-orang di atas anda. Seperti contoh di atas misalnya; Analisa bisa kita layangkan juga pada kasus di atas. Anda sebagai pihak konsumtor tidak akan pernah menyadari akan danya ke'error'an dalam barang yang ditawarkan oleh orang atau rekan kerja anda tersebut. Penyesalan dan runtukan, seperti hukum yang telah terpakukan, akan selalu datang di akhir cerita.
Tidak, saya sama sekali tidak bermaksud mengajak anda untuk berburuk sangka terhadap tawaran baik seseorang kepada anda. Tapi sebagai orang yang menyadari akan kesulitan diri sendiri, seharusnya kita memang perlu lebih ketat mengontrol diri untuh hal-hal semacam ini. Satu pelajaran yang mungkin bisa anda petik, yakni; jika kita meminjam sesuatu untuk kebutuhan produksi, maka jalan keluar akan segeraanda temukan. Tapi jika anda meminjam sesuatu untuk hanya dijadikan sebagai kebutuhan konsumsi, maka prediksi akhir juga dapat kita terka, keterbalikan dari opsi yang pertama tentunya.
Perlu diketahui juga, bahwa usia mahasiswa adalah merupakan usia-usia peralihan menuju usia dewasa yang sangat rentan terhadap sesuatu yang di terimanya. Mereka sering berpandangan jika mereka telah dewasa dalam mengambil keputusan. Tapi nyatanya bayang-bayang keremajan masih juga bergelayut. Itulah mengapa pengspesifikasian saya tujukan kepada mahasiswa. Mengingat pula, ternyata banyak sekali mahasiswa yang terjebak dalam kasus-kasus seperti ini.
Jadi untuk anda para pembaca, anda hanya perlu lebih banyak berfikir sebelum berrtindak. Usahakan berfikir cepat dan tepat. Jika belum bisa, kita hanya perlu belajar dan membiasakannya. Jadikan pengalaman anda, juga pengalaman orang lain sebagai referensi untuk melangkah selanjutnya. Selamat mencoba!

Juragan MWH

suwe ra lihat tulisane,,,sekarang malang sangar alur pemikirane,,makane saiki lek diajak omong-omongan jarang nyambung akune,,ternyat sudah terlalu jauh kau meninggalkan logikaku

Unknown

ndak keliru kah? sepertinya justru saya yang kerap nggak nyambung kalo ngomong sama kamu -___-