Global Var

Nama Adalah Doa??

Sepanjang, 2006
"Harirotul Fikri!!". Guru Bahasa Arab memanggil namaku dengan keras. "Susunan apa nama kamu itu Har?" Beliau melanjutkan. "Emmm... Nggak tau pak, Afwan" Aku menjawab disertai dengan senyum amat manis yang pernah aku punya. "Makanya, kalau ingin tau susunan suatu kalimat, selain dilihat dari ciri-ciri fisiknya, ada baiknya juga dilihat dari sisi maknanya juga. Kamu tau Har, apa arti dari nama kamu?" Aku kembali menggeleng. Bukannya aku 'buta' akan arti namaku, pernah sesekali aku membuka kamus bahasa arab (bukan punyaku pastinya) dan mencari apa arti dari namaku. Setelah aku cek dan ketemu, ternyata arti dari nama depanku adalah 'Sutera', dan arti dari nama belakangku adalah 'Berfikir'. Tapi endingnya tetap, aku tak bisa menerka maksud dari namaku. "Hariroh itu artinya 'Sutera', sedangkan Fikri artinya 'Berfikir', jadi maksud dari nama kamu adalah 'Kelembutan Berfikir'". Belum sempat aku menikmati dan membanggakan arti dari namaku, tiba-tiba ada salah satu temanku menyeletuk : "Iya pak, saking lembunya, kalo mikir sampe kebawa tidur". TEK!! Nama adalah doa. Itukah artinya?

Malang, 2012 (Hari ini)
 "Hariroh" Dosen Teologi Islam menyebutkan namaku dengan suara lirih saat gliran pengabsenan namaku telah tiba. "Ada pak!!" Jawabku mantap. "Har, kamu tau nggak apa arti dari nama kamu?" Hassssh.. Lagu lama, menanyakan arti dari namaku. Tapi jawabanku tetap sama. "Tidak pak!" Intinya aku jawab seperti itu tak lain adalah aku selalu tak yakin dengan arti dari namaku sendiri. Namaku mengandur arti kiasan, mengandung arti tersembunyi, tidak seperti nama 'Uswatun Khasanah' mungkin, yang artinya udah pasti : Teladan yang baik. Atau Sholeh misalnya. Tapi aku sadar, hanya nama-nama yang berkiaslah yang akan dipertanyakan. Karena harus dipikir lebih lanjut, mungkin. "Harirotul Fikri itu artinya 'Kemerdekaan berfikir', jadi kamu dikelas harus aktif". Dan aku tanggapi dengan senyum merekah. Aku senang dengan arti dari namaku yang versi kali ini.

Ya. Lumayan lama aku merenungi arti dari namaku yang kembali dibahas dikelas. Dari sekian kali pembahasan namaku dikelas, baru sekarang aku tertarik untuk memikirkannya lebih lanjut. 'Kemerdekaan Berfikir', ketika mengingat kata itu, yang terbesit dalam benakku adalah sosok cara berfikir yang bebas, tanpa batas, dan tanpa ujung. Kadangkala juga bersifat 'Tak bersekat'. Cara berfikir seperti ini kadang-kadang bisa ngawur, tak memiliki batas dimana suatu hal bisa dikatakan layak untuk difikirkan, yang tak layak untuk difikirkan, dan mempunyai cara berfikir sepeti orang-orang disekitar atau lumrahnya orang punya fikiran tentang suatu hal, itu pasti.

Iseng-iseng juga aku kaitkan arti namaku diatas dengan keadaan yang sedang aku alami. Posisiku dalam keluarga seperti apa, atau dalam pertemanan mungkin? Atau tingkat ketidaksetujuan orang disekitarku atas kemiringan pikiranku, dan ternyata tak banyak meleset.

Dalam kehidupan keseharian misalnya. Jika aku merasa takut dan bingung untuk menghadapi dampak dari suatu perilaku yang telah aku lakukan, aku tidak hanya berfikir satu hal dampak yang mungkin terjadi. Itu benar kawan, tidak hanya satu, dan itu banyak sekali. Pernah suatu ketika aku mengungkapkan semua jenis unek-unekku pada teman yang aku anggap sebagai teman baikku, dan reaksinya sangat amat tidak mengenakkan. Mereka bilang kegalauanku tak berdasar. Mereka bilang kegalauanku sangat tidak mungkin terjadi, dan mereka bilang kegalauanku sangat tidak logis! Ketika aku menjelaskan betapa mungkin hal itu terjadi, mereka malah menyerang ulang jika orang lain tidak akan pernah punya pikiran sekonyol pikiranku. Dan hasil konsultasiku pun gagal: Aku tetap merasa galau.

Tak banyak beda dengan suasana dirumah ketika aku mengungkapkan pikiranku yang aku sebut nylempang dengan pikiran orang rumah. Oke, gampangnya aku anak yang berbeda dengan saudara-saudaraku yang lain: Kalau saudara-saudaraku semua bertipe penurut, aku pemberontak. Selalu menjawab apa kata orang tua jika tak bisa aku paksa masuk pada pikiranku. Seringkali aku merasa dianaktirikan atas tindakanku yang mungkin tdak sesuai dengan keinginan mereka. Sakit hati juga sering aku rasakan, meskipun aku juga jago menyembunyikannya. Dan aku tau apa penyebabnya, yakni pola pikirku yang tak sejalan dengan pola pikir mereka.

Sekarang aku jadi mikir, yang memberi nama aku itu siapa? Jika banyak yang mengatakan kalau Nama itu adalah doa, dan ketika doa itu telah dikabulkan oleh Yang Di Atas, kenapa anak yang harus disalahkan??

Ditulis dengan hati yang galau.
Dikamarku, yang aku paksakan untuk jadi Istanaku.