Ali bin Abi Thalib. Siapa
sih yang nggak kenal dengan sosok besarnya? Secara beliau adalah salah satu
orang penting dalam dunia Islam. Selain sebagai khulafaur Rasyidin, beliau juga
termasuk sahabat Nabi yang merangkap pula sebagai suami dari sayyidah Fathimah
Azzahra yang tidak lain dan tidak bukan adalah anak dari nabi Muhammad SAW,
nabi besar umat Islam.
Selain berkutat dalam
masalah politik kepemimpinan serta agama, ternyata beliau juga termasuk orang
yang peduli terhadap dunia tulis menulis. Dalam kepedulian beliau kepada dunia
tulis menulis, Kholifah Ali bin Abi Thalib pernah berkata demikian: “Setiap
penulis akan mati. Hanya karyanyalah yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu
yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti.”
Cuplikan diatas
memberikan banyak pengertian tentang menulis terhadap kita. Pertama, bahwa
tulisan tidak akan mati, sedangkan penulis pasti akan mati. Seperti yang telah
kita pahami bahwa penulis adalah makhluk hidup yang pasti akan menemui ajalnya
dan pasti akan lebur termakan usia. Sedangkan karya tulis, akan tetap ‘ada’
atau hidup meskipun sang penulis telah menyatu dengan tanah. Kita sebagai
manusia tidak akan bisa melawan kodrat tersebut. Dan disinilah letak telak
pilihan manusia bahwa jika ingin dirinya abadi, maka tulisan akan menjadi salah
satu solusi.
Yang kedua adalah seruan
untuk menulis sesuatu yang dapat membahagiakan diri penulis di akhirat kelak.
Menulis itu mudah. Tinggal menekan tusts-tuts keyboard, menggerakkan pena di
atas kertas, menuangkan apa yang ada di otak dan pikiran, sudah. Jadi. Tapi
menulis dengan kriteria yang dapat membahagiakan penulis sampai di akhirat
nanti? Tentu tidak mudah.
Seperti yang kerap kita
jumpai dalam majalah-majalah, koran dan media-media cetak yang lainnya telah
banyak bermunculan berbagai tulisan yang bernada ‘tak mendidik’. Tak mendidik
dapat kita lihat dari sudut kualitas maupun kuantitas dari eksistensi tulisan
itu sendiri. Lebih-lebih tulisan atau artikel yang kerap berbau pornografi. Hal
ini tidak sepenuhnya salah penulis. Konsumen tulisan atau pembaca juga ikut
andil dalam pemasaran tulisan. Semakin banyak peminat suatu ‘genre’ tulisan,
maka tulisan-tulisan macam itu pula yang akan semakin menjamur dalam masyarakat.
Sebagai penulis, juga
manusia yang terikat oleh berbagai norma kehidupan, penulis seharusnya
menerapkan norma-norma tersebut juga dalam tulisan yang ditorehkan. Norma-norma
tersebut tidak lain adalah untuk menciptakan suatu tulisan yang tidak hanya
berfungsi sebagai hiburan semata, tapi juga merangkap banyak manfaat bagi penulis
maupun pembaca.
Menulis ada kalanya
bermanfaat untuk penulis saja, untuk pembaca saja, untuk penulis dan pembaca
dan juga sebaliknya. Menulis yang baik adalah apabila penulis mampu mewujudkan
suatu manfaat nyata bagi penulis maupun pembaca. Menulis yang baik akan juga
mempertimbangkan pembaca saat membaca tulisan yang ia buat. Dan yang paling
penting adalah menulis yang baik berarti menuliskan sesuatu yang dapat
bermanfaat selamanya. Dalam artian dapat bermanfaat di dunia dan di akhirat.
Yang ketiga, sebagai
manusia yang mempercayai dan beriman kepada hari akhir, sudah seyogyanya kita
juga menyadari bahwa setiap apa yang kita kerjakan di dunia sekarang, ada
kalanya akan berdampak baik di akhirat, juga ada yang akan berdampak buruk. Jadi
dalam menulis, jika ingin menulis sesuatu yang dapat juga dihubungkan dengan
urusan akhirat yang baik, maka tulisan yang dibubuhkan juga harus terikat pada
norma-norma aturan agama yang telah ditentukan.
Maka, tulislah sesuatu
yang baik dan bermanfaat bagi semua oknum yang terlibat dengan tulisan tersebut
agar tulisan yang dituangkan dapat membahagiakan kita sebagai penulis di
akhirat kelak.
Wallahu A’lam.
Posting Komentar